Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Politik

HT, antara Donald Trump dan Umat Islam

18 Desember 2017   08:49 Diperbarui: 18 Desember 2017   08:56 1626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HT dan Donald Trump (Tribunnews.com)

Hary Tanoesoedibjo, sosok taipan Boss MNC Group, yang juga Ketua Umum Partai Perindo, bisa jadi menjadi salah seorang warga negara Indonesia yang sedang risau dan gamang saat ini. Betapa tidak, hubungannya dengan Presiden AS, Donald Trump yang begitu akrab, konon saat pelantikan dan pesta kemenangan penguasa negeri Paman Sam itu pun menyempatkan hadir, tidak menutup kemungkinan akan menjadi ancaman bagi elektabilitas partai politik yang didirikannya itu menjelang Pemilu 2019 mendatang.

Bagaimanapun sikap Donald Trump yang menjadi sahabat karib HT, belakangan ini telah melukai hati seluruh umat Islam di seluruh dunia. Termasuk juga di Indonesia. Pernyataan sepihak yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, telah menimbulkan reaksi berupa kecaman dan penolakan, tentu saja. Bahkan dalam aksi unjuk rasa ratusan ribu umat Islam di Silang Monas, Jakarta, Minggu (117/12/2017)  muncul pula ajakan untuk memboikot segala produk negeri Paman Sam yang beredar di Indonesia.

Suka maupun tidak, maka hal itu tentunya akan berimbas pada bisnis patungan HT dengan Donald Trump di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Trump memiliki dua investasi besar di Indonesia, yakni proyek pembangunan Trump International Hotel & Tower Bali dan Trump International Hotel & Tower Lido di Bogor, Jawa Barat. Bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, tidak menutup kemungkinan akan memboikot pula usaha patungan keluarga Donald Trump dengan HT tersebut apabila Presiden AS itu tak merevisi pengakuan sepihaknya tersebut.

Demikian juga halnya dengan partai politik yang didirikannya, yakni Perindo,  dan baru-baru ini telah dinyatakan lolos verifikasi faktual oleh KPU, dalam Pemilu 2019 mendatang diprediksi sama sekali tak akan medapat dukungan dari warga negara Indonesia yang beragama Islam. Hal itu karena masalah kedekatannya dengan Donald Trump yang saat ini dianggap sebagai musuh terbesar umat Islam.

Oleh karena itu, menghadapi masalah ini,  HT harus memilih satu di antara dua. Apakah ingin tetap membangun kerajaan bisnisnya, dan masih akan terus menjalin hubungan dengan Donald Trump, atau akan memilih alternatif dengan mengadu nasib dalam dunia politik, sebagaimana ambisinya hendak mencalonkan diri sebagai calon presiden yang diusung Perindo, parpol yang didirikannya itu?

Boleh juga HT mengambil jalan tengah. Untuk mengambil hati konstituennya, kenapa tidak ia menghubungi Donald Trump, dan merayunya supaya pengakuan sepihak masalah Yerusalem dicabut kembali.

Ya. Kenapa tidak?

Pilihan itu ada pada HT sendiri. Hanya saja yang jelas, umat Islam di Indonesia termasuk warga mayoritas yang diharapkan dapat meningkatkan elektabilitas Perindo, dan HT sendiri, tentu saja. Akan tetapi, jika HT masih tetap menjalin hubungan Donald Trump, sepertinya harapan Perindo yang konon dibangun dengan koceknya sendiri itu akan sulit untuk mendapat dukungan yang signifikan. Dan elektabilitasnya, tentu saja, akan tetap kedodoran.

Apa boleh buat, rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, sepertinya sudah mampu memilih dan memilah. Walaupun mungkin pada saat ini mereka mendapat 'sedekah' dari HT, atau dengan kata lain sebagai mahar untuk berharap mendapat dukungan, namun karena sekarang sudah tahu bagaimana hubungan HT sendiri dengan Donald Trump, maka argumen klasik dari mereka pun akan terdengar sumbang, bahkan menyakitkan di telinga HT.

Sebagaimana biasanya, jelang tahun politik, masyarakat akar rumput kalau didatangi para politisi yang menjadi kandidat  di ajang pemilihan, akan berkata: "Amplopnya sih masa kita tolak, tapi soal memilih ya bagaimana nanti saja..."

Terlebih lagi selama ini HT dianggap sebagai seorang politikus 'kutu loncat'. Karir politiknya diawali dengan bergabung pada parati Nasdem besutan pengusaha Surya Paloh. Dalam parpol yang memiliki semboyan Gerakan Perubahan itu, HT menududki posisi sebagai Ketua Dewan Pakar dan juga Wakil Ketua Majelis Nasional. Hanya saja selang dua tahun kemudian HT mengumumkan bahwa ia resmi mengundurkan diri dari Partai NasDem karena adanya perbedaan pendapat dan pandangan mengenai struktur kepengurusan partai. Tak lama kemudian HT bergabung dengan partai Hanura, dan langsung menduduki posisi sebagai Ketua Badan pemenangan pemilihan umum (Bapilu), bahkan selanjutnya digadang-gadang menjadi bakal calon wakil Presiden dari partai pecahan Golkar tersebut, untuk berpasangan dengan Wiranto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun