Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerusuhan di Amerika Serikat Mirip dengan Kejadian di Tasikmalaya 24 Tahun Silam

3 Juni 2020   09:59 Diperbarui: 3 Juni 2020   10:10 2208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi http://x-tiongeneration.blogspot.com

Hanya dalam hati saya menduga, kota Tasikmalaya sedang dilanda chaos, bila melihat pergerakan massa yang begitu banyak tanpa ada kendali lagi dari aparat keamanan.

Sementara itu, keingintahuan saya terhadap sebab-musabab terjadinya kerusuhan itu, akhirnya terkalahkan oleh kekhawatiran akan keselamatan anak, dan waktu yang beranjak sore. Saya takut tidak dapat pulang, lantaran saat itu saya melihat angkutan umum yang biasa mengangkut penumpang dengan tujuan ke kampung kami hanya tinggal satu-satunya lagi! Itupun sudah penuh sesak oleh penumpang.

Untuk menuntaskan rasa penasaran, dan mencari jawaban atas pertanyaan yang sejak tadi memenuhi kepala, ternyata akhirnya diperoleh dengan begitu mudahnya.

 Melalui percakapan dengan sesama penumpang yang duduk saling berdesakan, dan berhadapan itu, mengalirlah informasi terkait hal tersebut. Walaupun sebenarnya apabila dicerna lebih jauh lagi, sejatinya percakapan itupun baru sebatas "katanya", itupun masih bersumber dari "katanya" juga. 

"Seorang polisi telah membunuh seorang kiai," kata orang yang duduk di samping sebelah kiri.

"Bukan. Bukan kiai. Tapi cuma santri. Itupun bukan dibunuh, tapi hanya disiksa saja," orang yang duduk di depan membantahnya.

"Lalu apa penyebabnya polisi sampai berbuat seperti itu?" tanya saya. Tak ada seorangpun yang bisa menjelaskan secara pasti dan akurat. Semuanya hampir sama, hanya direka menurut versinya belaka.

Oleh karena itu, naluri sebagai kuli tinta, membuat saya tak sabar lagi untuk dapat segera mendapat informasi yang akurat. Hanya saja karena berbeda dengan sekarang, yang sudah serba digital, saat itu perlengkapan hanya kamera konvensional dengan film celuloid yang digulung, tape recorder, dan buku notes kecil yang selalu diselipkan di kantong celana. Tapi ketika itu tidak saya bawa, kecuali buku notes itu saja. Hanya saja itupun tak berfungsi sebagaimana biasanya, dalam keadaan duduk berdesak-desakan, sambil memangku anak lagi. Lagi pula tujuannya ke kota pun hanya akan belanja pompa air saja. 

Yang jelas, membuat saya ingin segera tiba di rumah. Mengamankan si sulung, dan seluruh keluarga, begitu rencananya. Baru kemudian bergerak keluar rumah lagi. Untuk mencari informasi, tentu saja.

Di tengah perjalanan, ada kerumunan massa yang melakukan sweeping terhadap kendaraan pribadi. Sehingga perjalanan kendaraan yang kami tumpangi ikut terhenti juga. 

Kami menyaksikan setiap kendaraan yang ditumpangi warga keturunan Tionghoa dihentikan, lalu penumpangnya disuruh turun, dan... Mereka disiksa dengan beringasnya oleh massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun