Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Stupidity" pada Protokol Kesehatan Itu Sakitnya di Sini....

23 Mei 2020   17:14 Diperbarui: 23 Mei 2020   17:17 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Kompas.com

Saya lalu memperhatikan gerak gerik, lenggak lenggok pelanggan yang datang dan protokol kesehatan yang dilakukan oleh para petugas.

Nah, setelah saya cermati  para petugas ini ternyata bersikap tak adil dan bertentangan dengan salah satu sila dalam Pancasila itu. Saya perhatikan, beberapa kali jika pelanggan itu terlihat bersih, necis, maka tak diminta untuk cuci tangan. Nomor antrian langsung diberikan.

Spontan saya lalu melihat sandal bermerek saya. Agak kotor sih. Mengambil HP lalu mencoba melihat wajah di kaca gelap HP. Iya sih, nampak tak terawat, mirip orang yang rentan terjangkit Covid-19. Jika corona bisa memilih mungkin saya adalah pilihan pertama dan utama.

Tapi ini tak bisa!! Kata hati saya yang lain, protes. Semua seharusnya setara di depan protokol kesehatan, apalagi saya adalah nasabah yang disiplin membayar dengan tepat waktu. Lha, ini mulai tidak nyambung.

Kata seorang teman, jika sedang marah, tarik napas dalam-dalam dan berhitung dari angka 1-10, maka akan tenang.

Nah, setelah saya selesai berhitung sambil mendalami, bahkan sampai dua kali karena terlalu kecepatan, saya juga tidak kunjung tenang. Sakitnya disini om, disini sambil menunjuk jidat. Iya sih, ini memang tidak menyerang hati, tapi menyerang otak, bisa kanker otak saya.

Saya perhatikan lagi, ingin mencari kesalahan yang diperbuat oleh para petugas tersebut biar saya bisa laporkan ke Ombudsman. 147?123? Saya lupa nomor yang dapat dihubungi.

Ternyata ada salah satu fenomena baru, bukan pada tamu yang necis atau yang terlihat kaya saja para petugas tersebut tak ketat soal protokol kesehatan, namun kepada tamu yang sangar dengan tato, badan berotot, atau rambutnya itu model "angkatan", mereka juga seperti meniadakan aturan itu.

Spontan sekali lagi,  saya lalu mengambil HP lalu melihat rambut saya. Ini mah sudah 2 bulan tidak digunting, ini angkatan Koes Plus ya bisa, tapi ya angkatan yang itu ya jauh. Jika bicara tato dan otot apalagi.

Bukan tato, tanda lahir hampir mirip cecak sih ada, kalau otot mah saya kan bukan orang yang suka ke gym, saya lebih suka main bulutangkis. Nah pernah lihat Taufiq Hidayat, mana ada otot. Apalagi saya.  

Kesimpulan saya, diskriminasi petugas disebabkan karena ketakutan  pada pelanggan tertentu. Bagaimana jika petugas itu dibentak, lalu dipukuli gara-gara meminta agar pelanggan harus memakai masker, atau mencuci tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun