Baru beberapa  jam lalu salah seorang teman facebook mengunggah salah satu video dirinya sedang melakukan rapid test pada salah seorang pejabat tinggi di kota kami.
Tak lama kemudian video itu mulai ramai dikomentari para netizen.Â
Ada yang menanyakan kapan saya juga diperiksa, ada yang menanyakan alasan mengapa hanya pejabat tinggi tersebut saja yang diperiksa (apalagi nampak dilakukan di rumahnya sendiri), lalu ada yang menurut saya sedikit nyeleneh, Â menanyakan bagaimana prosedur kerja, karena dia ingin melakukan pemeriksaan pada dirinya sendiri. Ya, ampun.
Syukurlah, merasa bahwa video tersebut akan berpotensi menimbulkan kontroversi, tak berapa lama kemudian beberapa media daring lokal menjelaskan bahwa tes tersebut dilakukan karena sang pejabat tinggi sebelumnya telah mengikuti salah satu pertemuan dimana sudah beberapa orang dinyatakan positif covid-19. Â
Tanpa konfirmasi, video tersebut akan menuai kontroversi yang sama dengan kasus viral foto Ketua Umum PSSI, M. Iriawan, yang ikut mengantri untuk melakukan tes di rumah salah seorang pengusaha, tak berapa lama sesudah pemerintah mengumumkan akan melakukan rapid test secara massal.
Respon dari masyarakatpun serupa bahkan cenderung ingin mengatakan bahwa orang yang berduit akan memiliki akses lebih mudah dan cepat untuk rapid test, sedangkan rakyat jelata mesti menunggu giliran.
Apalagi berita tersebut hampir bertepatan dengan isu para anggota DPR meminta hak untuk didahulukan dalam melakukan rapid test.Â
Salah satu hal yang membuat Jokowi harus perlu mengatur dengan tegas bahwa yang berhak melakukan tes adalah para pasien yang diduga terinfeksi corona dan para tenaga medis.
Apakah demikian sesungguhnya yang saya maksudkan dengan kata "bijak" di judul tulisan ini? Ya, memang itulah salah satu poin yang ingin saya sampaikan di tulisan ini, bahwa mengunggah video melakukan rapid test akan menimbulkan kepanikan meskipun dalam skala yang masih kecil.
Wajar saja, karena jika berkaitan dengan nyawa, setiap manusia mempunyai respon yang sama untuk mempertahankan dirinya, sehingga melihat seperti ada ketidakadilan, tentu berpotensi menimbulkan amarah. Hal itulah yang patut dihindari.
Hal berikut yang saya ingin sampaikan adalah mengunggah video tanpa caption yang mengedukasi membuat masyarakat akan tetap seperti itu--panik dan penuh amarah.