Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menilik Sahabat Caleg agar Jangan Cepat Sakit Jiwa

15 April 2019   20:02 Diperbarui: 15 April 2019   20:22 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potensi Caleg Masuk Rumah Sakit Jiwa (Sbr Gbr : Makkasarinside)

Pernahkah anda ke rumah makan, resto, cafe atau sejenisnya, berpandang mata dengan seseorang dan dia tersenyum.  Lalu anda mulai bingung, karena pernah melihatnya entah dimana, hendak balas ramah menyapa tapi tidak terlalu mengingat pernah bertemu dimana.

Seberapa lama kemudian, sekejap anda teringat wajah pria atau wanita tersebut adalah caleg yang balihonya terpasang di persimpangan jalan. Menjelang hari pencoblosan, caleg-caleg itu akan memberikan senyum termanis. Anda mungkin mual, memalingkan wajah, atau bahkan mulai menggosip tentangnya. Kasihan.

Saran saya, ramahlah kepada mereka, balaslah senyuman mereka, jika tangan mereka diberi untuk berjabat, tak ada salahnya membalas jabatan tangan mereka. Jika ada brosur, kalender, kartu nama yang diberikan, terima saja, meski mungkin hanya akan disimpan di rak buku hingga setelah pemilu selesai, tempat sampah menjadi tempat pembuangan terakhir.

Mengapa? Minimal anda telah membuat mereka tidak lebih cepat terserang sakit jiwa. Ya, sakit jiwa. Apalagi jika mereka adalah sahabat, kerabat yang sedang berspekulasi di pesta demokrasi.

Menjelang pemilu nanti, kemungkinan besar banyak caleg akan masuk rumah sakit jiwa, meski dalam level yang sedang. Level sedang yang dimaksud adalah para caleg itu akan berubah menjadi pendiam, pemurung bahkan mengurung diri.

Stressor psikologi, istilah ilmiah untuk menjelaskan rasa frustrasi, tekanan karena harapan tinggi impian mereka jatuh keras menghantam titik terendah. Gagal mengelola keadaan yang mereka alami lalu, sakit...jiwa.

Menjadi lebih berat dan menyedihkan, berdasarkan pengalaman yang lalu-lalu, keluarga atau orang terdekat mereka malu untuk menyatakan atau mengakui bahwa para caleg tersebut terpukul, sedih hingga frustrasi sehingga tidak mau mengantar ke rumah sakit untuk konsultasi ketika gejala-gejala itu muncul.

Hal ini tidak bisa dianggap sepele karena berdasarkan pengalaman, jika dibiarkan maka keadaan akan semakin gawat bahkan ada yang akhirnya memilih untuk bunuh diri.

Kembali ke jurang yang jauh antara harapan dan kenyataan sebagai pemicu sakit jiwa, sebenarnya sudah terlihat di lapangan.

Contohnya seperti yang diceritakan seorang teman tentang seorang tukang ojek yang dibujuk untuk menggenapi kuota caleg sebuah partai di kota kecil hingga mau menjual satu-satunya motor kepunyaannya sebagai pembiayaan kampanye.

Di luar sana, masih banyak cerita sejenis seperti caleg yang menjual tanah dan rumah bahkan berutang dalam jumlah yang cukup besar untuk membiayai aktivitas politik demi mimpi menjadi anggota legislatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun