Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jamie Carragher Meludah, Aristoteles dan Sebuah Amarah

13 Maret 2018   05:57 Diperbarui: 13 Maret 2018   06:12 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Manchestereveningnews.com

Sebagai manusia, mungkin Carragher waktu itu sedang lelah dan capek, dan tentu saja tindakan pria yang ditengarai sebagai fans MU itu juga sudah berlebihan, tetapi meludah ke dalam mobil dengan anak kecil di dalamnya, adalah tindakan yang tak terpuji.

Tindakan Carragher ini, mengingatkan saya tentang apa yang pernah dikatakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles yang hidup pada 384 SM hingga 322 SM.

Aristoteles pernah mengatakan seperti ini.

"Siapapun bisa marah -- marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik -- bukanlah hal mudah."

Ungkapan ini muncul tentu berdasarkan segudang pengalaman-pengalaman Aristoles, ketika menjadi murid Plato, ataupun ketika menjagi guru dari seorang anak raja umur tiga belas tahun yang kemudian dalam sejarah terkenal dengan Alexander Agung.

Nicomachean Ethics Aristoteles I Gambar : Amazon
Nicomachean Ethics Aristoteles I Gambar : Amazon
Meski pada akhirnya hubungan antara Aristoles dan Alexander menjadi menjauh karena perbedaan dalam prinsipil cara kediktatoran Alexander ketika memimpin, dan ungkapan bernas ini dituliskan Aristoteles dalam kumpulan bukunya yang disebut 'Nicomachean Ethics' atau Ta Ethika dipersembahkan kepada anak lelaki Aristoteles, Nikomakus.

Di dalam filosofi kemarahannya ini, Aristoteles seperti ingin menegaskan bahwa sifat marah itu bisa membakar apa saja yang ada di sekitarnya, memporakporandakan seluruh tatanan yang sebelumnya rapi namun akan segera lenyap karena panasnya amarah.

Pada esensinya manusia bisa marah karena ada harga diri yang tersinggung. Bahan bakar amarah yang manusia sudah punyai itu akan terpercik, akan terusik ketika ego kita dipersoalkan. Ego Carragher baik sebagai legenda Liverpool ataupun sebagai pandit yang seharusnya dihormati terusik sehingga percikan api yang muncul dan meledaklah kemarahan yang kadangkala tidak terkendali.

Terlihat memang seperti yang dikatakan Joey Barton, ketika amarah itu timbul, ada unsur penting yang hilang yaitu rasionalitas. Bagaimana bisa Carragher meludah padahal disitu ada seorang anak perempuan kecil yang tidak berdosa? Bagaimana bisa Carragher meludah padahal dia sudah tahu bahwa dirinya sedang direkam melalui kamera?. Kemarahan memang membuat seseorang kehilangan akalnya.

Apakah setiap sifat marah itu salah? Yang jelas kemarahan yang tak terkendali ibarat sedang menunggang kuda liar, kita akan gampang terlempar. Namun amarah tidak selamanya buruk, jika dilihat dari situasi tertentu. Marah dalam konteks, membela, menegakkan dan mendidik keadilan ketika hak-hak kita dirampas oleh orang lain bisa dibenarkan.

Tetapi dengan satu catatan penting, yaitu harus dengan cara yang benar. Untuk dapat mencapai ke sana, tentunya diperlukan penguasaan diri yang baik terhadap kemarahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun