Bagi penggemar musik cadas "tempo doeloe", mungkin masih ingat kelompok musik Ten Years After dan penyanyi Alvin Lee dan lagu Think About The Times. Bukan sekadar kebetulan jika lagu tersebut kemudian mengekspresikan permasalahan global seperti digambarkan Peraga-1.
Dengan rasio seperti demikian artinya dua penduduk kota dibandingkan dengan satu penduduk rural. Jika kemudian bahan pangan penduduk kota disediakan atau diproduksi di daerah rural, dapat dibayangkan betapa besar tantangan penyediaan pangan tersebut. Tidak sekedar pangan tetapi energi yang diperlukan masyarakat urban dengan berbagai peralatan listrik dan transportasi.Â
Sementara untuk memproses pangan dan menghasilkan energi, air merupakan kebutuhan utama; dan penduduk kota pun sangat membutuhkan air. Sedangkan sanitasi syarat mutlak untuk lingkungan sehat. Tidak dapat disangkal bahwa pertumbuhan pesat perkotaan (urban terutama metropolitan dan megapolitan) menimbulkan tantangan besar akan pangan, energi, air serta sanitasi.
Dalam kondisi tekanan penyediaan pangan, konsumsi penduduk di kota besar Indonesia yang bergantung pada beras sangat rentan akan dampak perubahan iklim. Fenomena La Nina dan El Nino sangat mengganggu siklus tanam dan tuai padi dan mengancam produksi; bukan hanya di Indonesia tetapi juga pada lumbung padi Asia Tenggara di sepanjang aliran Sungai Mekong.Â
Kondisi yang serupa dengan fenomena kekeringan atau curah hujan melimpah yang menimbulkan banjir, dialami wilayah produksi pangan sepanjang aliran Sungai Gangga (India), Sungai Yang Tze (China), sungai Nil (Mesir dan Afrika Utara), juga sepanjang aliran sungai Efrat dan Tigris. Ancaman pemenuhan pangan bukan hanya dari dampak perubahan iklim (Climate Change) tetapi juga pada faktor tenaga kerja yang semakin berkurang akibat godaan urbanisasi.
Salah satu penggoda terjadinya urbanisasi adalah peningkatan pendapatan atau taraf kehidupan yang dijanjikan perkotaan. Sementara, pengembangan industri cenderung terjadi tidak jauh dari perkotaan yang mampu menyediakan tenaga kerja dengan kemampuan dan kerampilan yang dibutuhkan.Â
Pengembangan "Industrial Cluster" yang didasarkan pada pemahaman "Core Periphery Model" menyebabkan tingkat pendapatan di daerah yang minim sektor industri (khususnya manufacturing & process) tertinggal. Kondisi demikian makin menimbulkan kesenjangan pendapatan (disparitas pendapatan) yang umumnya dialami wilayah yang mengandalkan sektor pertanian.
Di balik kondisi kesenjangan tersebut ada kesempatan besar untuk mendorong pengembangan produksi SEKTOR PANGAN. Jika pulau Jawa bagian Selatan dan sisi Pantura atau pulau Sumatera sisi Barat dan sisi Timur dijadikan contoh kesenjangan tersebut, maka perlu upaya ekstra khususnya pembangunan insfrastruktur dasar dan yang mendukung sektor industri pangan.Â
Pengembangan infrastruktur selain mewujudkan "Comparative Advantage" juga sebagai stimulasi pertumbuhan perekonomian dengan penyerapan tenaga kerja dalam pembangunan; berdampak peningkatan konsumsi dan tentunya sisi permintaan (demand) secara agregasi. Tujuan strategik jangka panjang bukan sekedar pemenuhan kebutuhan pangan untuk masyarakat perkotaan tetapi juga dalam wawasan kerjasama ekonomi regional seperti TPP. (Lihat artikel : Ragu Atas TPP Bikin Tertinggal di Landasan).
Teringat kisah Mesir Kuno tentang Mimpi Firaun; layak menjadi pembelajaran demi peningkatan perekonomian secara cerdik dan bijaksana !
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
26 Juli 2016