Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Duluan ada manusia daripada agama. Dalam kajian teori alam, bahwa alam semesta ini usianya 14.000 juta tahun, baru setelah 10.000 juta tahun kemudian terdapat kehidupan di bumi ini. Manusia jenis Homo Sapiens baru ada 2 juta tahun yang lalu, sedangkan keberadaan agama malah lebih muda dari kemunculan agama yaitu 5 ribu tahun lalu. B.J Habibi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kekerasan Puncak Jaya dari Praktik Pemerasan

27 Januari 2014   04:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:26 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Puncak Jaya, pada hari miggu 26 Januari 2014, Jemaat Dondobaga masuk gereja untuk ibadah, tiba-tiba saja, aparat militer suruh keluar dari gereja, lalu semua jemaat dapat pukul dan disuruh merayap oleh anggota TNI serta menangkap 2 warga (Tenius Telenggen dan Tigabur Enumbi). Saat ini dua jemaat Kuliri dan Dondopaga mengungsi ke Karubate. Warga setempat mengatakan kami rakyat kecil tidak sanggup atas peristiwa yang terjadi di daerah kami, bagaikan ayam kehilangan induk. Menurut mereka sampai saat ini bantuan kemanusiaan atau perlindungan dari pemerintah belum ada. Sebab, Bupati, Wakil Bupati, Sekda dan muspida daerah Kabupaten Puncak Jaya tidak ada di tempat sampai hari ini 26 Januari 2014.

Gangguan keamanan warga dari situasi yang diuraikan diatas, bisa anda simak prilaku operasi tak bedanya dengan (video kekerasan) seperti inilah proses aparat ketika masuk melalukan operasi militer dengan sasaran warga kampung. Suasana yang rutin dihadapi masyarakat Papua didaerah pedalaman, khususnya kelak ada operasi militer.

Dari atas pegunungan, riak kekerasan terus terjadi tanpa hentinya. Saling jual dan beli kekerasan, kerap dilancarkan oleh mereka yang menamakan dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Goliat Tabuni (GT). Dari aksi penyergapan pasukan TNI di jalan, penyerbuan pos, penembakan terhadap penduduk sipil yang bagi kubu OPM sebagai mata-mata (intel), saling jual beli tembakan, bahkan pada aksi-aksi blokade dengan mendirikan pos batas, kerap memancing emosi kedua kekuata bersenjata (TNI/POLRI) dengan kubu bersenjata di sana.

Praktik Pemerasan

Jadi, begini. OPM atau kelompok bersenjata di atas pegunungan Puncak Jaya, kerap mendapatkan amunisi, dengan berbagai cara. Selain cara menyergap kompi tentara lalu mengambil senjatanya, menyerbu pos militer dan membawa kabur senjata milik polisi atau tentara, juga dengan cara membuat pos batas untuk menghadang aparat. Dimana aparat yang hendak menuju titik pos penjagaan tertentu dengan mengangkut logistik, wajib memberi uang kepada pos OPM di tengah jalan.

Sekali bayar, OPM atau kubu bersenjata tersebut bisa menaruh tarif hingga ratusan juta. Kalau tidak kasi, muatan logistik dari tentara mendapat hadangan dari mereka. Cara damai tersebut dilakukan dengan tujuan menghindari kontak senjata. Nah, uang yang disetor tadi, kemudian digunakan oleh mereka untuk beli senjata maupun peluru. Saling serang terjadi bila, kesepakatan damai diatas tidak terpenuhi.

Upaya pendirian pos-pos TNI maupun polisi di daerah ini, kerap melalui proses ijin dari pasukan OPM yang selama ini mengaku diperintahkan oleh GT. Transaksi uang, senjata, terjadi. Ini fenomena yang terus terjadi. Sehingga, bila ada pembalasan dari kubu bersenjata kepada TNI/Polisi, berarti, OPM menganggap pihak yang diserang tadi melanggar kesepakatan. Begitu juga sebaliknya, bila uang pemerasan dikasih, tapi OPM tetap menghadang, jadilah operasi digelar. Sayangnya, TNI malah memilih masuk ke kampung-kampung menyiksa warga, daripada memburu GT ke markasnya.

Pengalaman

Terlepas dari upaya memperjuangkan kemerdekaan Papua maupun mempertahankan NKRI, situasi diatas perlu disimak, ada apa dibalik sejumlah klaim sebagai andil dalam praktik mengedepankan kekerasan dalam mengatasi masalah. Baik yang diemban kubu Papua maupun institusi militer NKRI. Pusat konsentrasi dengan mengedepankan senjata sebagai cara demi mengedepankan maksud, ini sebenarnya pola Amerika.

Dulu, sebelum aparat gabungan mengambil alih markas Tadius Yogi di Nabire, pimpinan OPM kerap melakukan aksi-aksi tembakan yang dibalas dengan operasi militer dari Indonesia. Jarak antara pos Yogi dan markas TNI, sejauh mata memandang. Konon, terus dibiarkan. Namun, seketika operasi gabungan berhasil mengambil alih markas Yogi di Nabire, anak buah Jhon Yogi, terpaksa mencari markas baru dan kini tetap kompak dibawah komando anaknya bernama Jhon Yogi.

Puncak Jaya, sejak tahun 2000an, operasi rutin digelar TNI. Tragedi pembakaran rumah, gereja, dan penyiksaan warga sipil, kerap muncul. Sampai sekarangpun, praktik tersebut tetap dilakukan. Walaupun, markas GT di Tingginambut, belum pernah ada pihak TNI/OLRI menembus kesana. Padahal, jarak Tingginambut dan Pos Pengamanan TNI sejauh mata memandang juga. Apa sebenarnya misi dibalik kekerasan puncak Jaya, Papua merdeka kah? Indonesia Harga Mati Kah? Faktanya, rakyat ketakutan dan terancam menjadi bulanan operasi.

Artikel Terkait:

kompasiana.com/mengenang-18-tahun-sandera-mapenduma

kompasiana.com/bongkar-pos-polisi-opm-bawa-lari-9-pucuk-senjata
kompasiana.com/as-rusak-perdamaian-dunia
kompasiana.com/opm-turun-gunung-pencitraan-gubernur-papua
kompasiana.com/inilah-cara-amerika-amankan-papua-demi-freeport

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun