Mohon tunggu...
Yoga Haryuna
Yoga Haryuna Mohon Tunggu... Insinyur - Electric Engineer

Electrical and Mechanical Project on gks-eng.com, Instagram on @ladangdigitani

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jejak Kerajaan, Terwujudnya Bhinneka Tunggal Ika

31 Mei 2019   22:52 Diperbarui: 1 Juni 2019   11:36 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa ini dimulai 928 M,  pertempuran Perang Gejag terjadi.  Perang antara Mataram Kuno dengan Sriwijaya. Disinilah titik dimulainya kesadaran menghargai perbedaan.  Kesadaran itu muncul karena diatas segala perbedaan ada kemanusiaan yang jauh lebih berharga daripada ego kebenaran masing-masing. 

Setelah sebelumnya terjadi Perang besar antara 2 agama terbesar kala itu,  Hindu dan Budha.  Rakai Pikatan yang beragama Hindu sedang berseteru dengan Balaputradewa,  beragama Budha.  Berselisih ratusan tahun untuk mempertahankan eksistensi ego agama.  Memperdebatkan kebenaran masing-masing.  

Perang Gejag terjadi di kota yang sekarang bernama Nganjuk. Perang antara 2 kerajaan ini ditulis dalam prasasti Anjuk Ladang.  Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Mataram Kuno.  Sriwijaya tumbang.  Sindok naik tahta.  Ada beberapa tawanan dari Sriwijaya yang jumlahnya banyak.  Sindok adalah Raja yang bijak.  Kekuatan didalam  bernegara akan indah jika semua perpecahan dirangkul untuk kesatuan Bangsa. 

Dari peristiwa ini,  Sindok harus bisa menyatukan kedua agama ini untuk hidup dengan toleransi.  Maka dibuatlah Monumen Candi Jaya Stamba.  Di kompleks Candi ini terdapat bangunan bercorak Hindu sebagai bangunan utama.  Dikelilingi patung patung kecil yang dibuat oleh tawanan dari Kerajaan Sriwijaya yang bercorak Budha.  

Bersatulah kedua bangunan yang bercorak Hindu dan Budha dalam satu tempat.  Bahkan satu - satunya tempat yang bisa menyatukan kedua ritual agama pada saat itu.  Toleransi tingkat tinggi.  Dibangun atas kemanusiaan yang ditempatkan diatas perbedaan - perbedaan.  

Berbeda-beda namun tetap satu jua.  Bangunan ini mengilhami untuk bisa memahami perbedaan.  Sayang sekali,  patung yang bercorak Budha ini diambil pada masa pemerintahan Belanda dan sekarang ada di Belanda.  

Bhineka Tunggal Ika,  semboyan yang bermakna sangat dalam dilukiskan dalam Bangunan suci ini.  Setiap masa ke masa,  menjadi pelajaran bahwa perbedaan bisa disatukan asalkan saling menghargai dan menghormati.  Keduanya bisa beratus-ratus tahun bersama membangun peradaban yang tinggi di sebuah Kerjaan bernama Medang Kamulang.

  Di era modern,  keduanya bisa disatukan?  Kita mundur berapa langkah jika tak bisa mengambil hikmah kejadian yang sudah ada ribuan tahun yang lalu.  Maka,  jika ingin bersatu dan maju,  tengoklah Sejarah kita,  kita sudah melewati trial and error ribuan tahun yang lalu.  Masih relevankah sekarang?  Manusia berkembang? 

 Ego manusia lah yang berkembang,  namun menghargai perbedaan tak pernah diajarkan untuk generasi sesudahnya.  Apa akibatnya?  Kita harus trial error lagi terhadap perbedaan?  Tentu tidak,  kita hanya perlu menyampaikan,  bahwa Bhineka Tunggal Ika itu sudah menjadi kata final dalam urusan bernegara sejak ribuan tahun yang lalu.  Sepakat.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun