Pendapat seorang Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Hazairin tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj, apa yang beliau pahami tentang Isra’ Mi’raj berlainan dengan para ulama di atas.
Dalam pidatonya itu beliau mengupas soal-soal Isra’ dan Mi’raj sangat mendalam, tetapi disayangkan rupanya iaseorang yang berfaham bahwa Isra’ dan Mi’raj itu hanyalah dengan ruh atau dengan mimpi saja. Tentulah penjelasan Hazairin dalam pidatonya membuat bingung mahasiswa,apakah Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw dengan ruh dan jasad atau ruh nya saja, dan pendapat mana yang benar, hal ini tentu akan menjadi polemik dikalangan akademik. Keilmuan yang dimiliki seorang guru besar sangat berpengaruh terhadap pemikiran mahasiswanya, hal ini dibutuhkannya ke hati-hatian dalam menyampaikan materi,apalagi menyangkut tentang masalah agama dan tentu banyak perbedaan pemahaman.Berkata saudara GUBE“.
Mi’raj artinya kenaikan, yaitu bagi manusia kenaikan kesanggupan ruhnya kepada tingkat di mana ruh itu, terlepas dari alat-alatnya yaitu panca indra biasa, berkesanggupan langsung memperoleh tau atau mengalami peristiwa-peristiwa gaib, yang dengan panca indra biasa atau dengan alat ijtihad pikiran saja tidak mungkin diketahuinya atau dialaminya”.14Pernyataan ini yang membuat para ulama bingung akan arti Mi’raj yang telah dijelaskan oleh hazairin,bahwa terjadinya Mi’raj pada Rasulullah saw itu dengan ruh tidak bedanya dengan pendapat kaum mu’tazilah yang tidak mau mempercayai peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu dengan ruh dan jasad, ruh beliau naik ke langit menemui Tuhan untuk menerima perintah-Nya. Setelah kembali ruh beliau kedalam jasad, pada saat itulah beliau mendapatkan amanah dari Tuhannya untuk disampaikan kepada umatnya.
Di dalam tafsir Jalalen, karangan Imam Jalaluddin as-Syuthi, pagina disebutkan: Dzil Ma’arij yakni tempat naik Malaikat. Di mana juga kita tidak menjumpai, bahwa arti Mi’raj itu adalah terlepas ruh dari tubuh, sebagai yang diterangkan oleh hazairin, mungkin ia sangat panatik kepada fahamnya, bahwa Nabi Muhammad saw itu tidak Mi’raj dengan tubuh, melainkan hanya mimpi dalam tidur. Maka tersebab hendak memperkokoh pendiriannya itu, ia carikan arti Mi’raj semau-mauny saja. Kita tidak bisa mengartikan begitu saja tanpa adanya sumber yang pasti,dengan dasar hukum panatik terhadap pahamnya cara apapun bisa dilakukan sekalipun hal itu bertentangan. Maka dari itu diperlukan kehati-hatian dalam menjelaskan suatu perkara khususnya menyangkut masalah agama.
Isra’ artinya perjalanan malam, yaitu berkenaan Nabi Muhammad saw peristiwa yang tersebut dalam Al-Qur’an, surat 17 ayat 1, dimana Isra’ itu sama maksudnya dengan Mi’raj.Kesimpulan hazairin yang menyamakan maksud Isra’ dengan Mi’raj dalam ayat ini, baik yang dipandang dari segi tata bahasa Arab dan maupun dari segi hukum agama adalah diluar kebenaran.
Jadi kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan hazairin.
1.Mi’raj Nabi Muhammad SAW dengan ruh dan jasad bertentangan dengan akal.
2.Mi’raj dengan ruh dan jasad bertentangan dengan Al-Qur’an, bertentangan dengan seluruh undang-undang alam ialah undang-undang Allah SWT sendiri.
3.Mi’raj dengan ruh dan jasad bertentangan dengan Al-Qur’an surat 17 ayat 60.16