Mohon tunggu...
Ariyani Na
Ariyani Na Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Hidup tidak selalu harus sesuai dengan yang kita inginkan ... Follow me on twitter : @Ariyani12

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Sepatutnya Menjadi Penumpang Transportasi Massal

15 Maret 2017   09:00 Diperbarui: 15 Maret 2017   20:01 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Februari lalu, saat pulang dari pertemuan dengan Kompasianer yang tergabung di Mudasiana di Bogor dengan menggunakan Commuter Line dari stasiun Duri menuju Tangerang, ada seorang Ibu berusia sekitar 40 –an tahun ditemani dengan seorang anak remaja masuk ke dalam gerbong kereta yang kondisinya saat itu sudah penuh, dan saya sendiri sudah duduk manis karena berhasil naik terlebih dahulu.

Kondisi si ibu menggunakan tongkat dan sepertinya penderita stroke, dan dari gerak geriknya tampak ibu dan anak remaja baru tidak biasa menggunakan transportasi massal, karena saat masuk ke dalam gerbong kereta tidak segera menuju kursi prioritas yang seharusnya menjadi haknya untuk duduk disana. Terlihat Ia hanya berdiri dan mencari-cari kursi yang kosong dan pandangannya mengarah pada sepasang pemuda yang sedang duduk nyaman, namun tidak ada yang mau beranjak untuk memberi kursinya.

Karena kondisi gerbong sangat penuh dan kereta sudah hampir jalan, khawatir Ibu itu akan terjatuh, saya yang duduk agak jauh dari pintu gerbang berteriak memanggil dan memberi kursi saya untuknya. Setelah  berterima kasih, Ia pun berkata “apakah bila kursi prioritas penuh tidak ada hak saya untuk mendapatkan duduk?”   Dengan tenang saya menjawab, seharusnya tetap ada bu, karena manusia seharusnya memiliki empati. 

Setibanya di rumah, saya yang tidak rutin menggunakan transportasi massal dan tiba-tiba menemukan kasus seperti ini langsung menelpon seorang teman yang bekerja di kereta api namun bukan di commuter line, dan meluapkan segala ganjalan dihati karena melihat minimnya empati penumpang transporatasi massal kita dan tidak ada petugas yang mengarahkan saat penumpang masuk gerbong (untungnya teman saya ini sabar *nyegir).

Setelah saya tenang dan berhenti bercerita, teman saya ini pun bertanya secara hal-hal kecil yang tidak saya perhatikan sebelumnya, seperti siapa yang menduduki kursi prioritas? Apakah benar-benar yang berhak duduk disana? Mengapa tidak dibantu untuk diarahkan menuju kursi prioritas? Saat itu jam berapa? Jam sibukkah? 

Cerita kedua

Seorang kompasianer yang sedang hamil, melalui facebook bercerita bahwa sejak hamil dengan mudah meminta kursi prioritas, namun beberapa hari lalu saat  meminta kursi prioritas ternyata yang duduk di kursi prioritas sedang tertidur dan seorang ibu yang juga berdiri berkata untuk kompasianer ini berdiri saja hamilnya sudah besar.

Dari kedua cerita diatas dan dari hasil diskusi saya, ada beberapa hal yang dapat diperhatikan saat kita menjadi penumpang transportasi massal.

Kursi Prioritas

Disediakannya kursi prioritas tentu untuk memprioritaskan orang-orang yang kondisinya membutuhkan kursi untuk duduk selama dalam perjalanan, sehingga bagi yang tidak termasuk golongan yang diprioritaskan tidak berhak untuk duduk disana kecuali dalam kondisi kosong.

Karena tidak berhak, maka bila mendapat kesempatan duduk disana karena sedang kosong maka sebaiknya tetap dalam kondisi siaga dan memperhatikan penumpang yang baru masuk, apakah ada golongan penumpang prioritas yang berhak atas kursinya tanpa harus diminta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun