Mohon tunggu...
Aristya Gurusinga
Aristya Gurusinga Mohon Tunggu... -

Hi ! I'm a traveller and a story teller.. Nice to meet you ^^ ♥

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Analisis 2 Cerita Ulang Imajinatif

30 November 2014   20:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:26 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Si Kantan dan Malin Kundang

Asal Usul Pulau Si Katan

Pada zaman dahulu kala, di tepi sungai di daerah Labuhan Batu, Sumatera Utara, hiduplah seorang jadna tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Si Kantan di sebuah gubuk kecil. Si Kantan adalah seorang anak yang rajin dan pekerja keras, dia membantu ibunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka karena Ayah Si Kantan sudah lama meninggal dunia.

Pada suatu malam ibu Si Kantan mendapat mimpi, esoknya ia menceritakannya kepada Si Kantan. Ia berkata bahwa ada seorang kakek yang tak dikenalnya mendatanginya dan memintanya untuk menggali tanah di sebuah hutan. Si Kantan percaya bahwa ini merupakan pertanda baik bagi mereka dan dia menganjurkan kepada ibunya untuk merealisasikan mimpi ibunya. Tak lama kemudian, mereka sudah berada di tempat di mana ibu Si Kantan dipinta oleh kakek di dalam mimpi ibu Si Kantan. Dengan linggis, Si Kantan menggali tempat tersebut hingga mendapati sebuah benda yang terbungkus kain putih yang sudah usang. Ternyata, bungkusan terebut berisikan tongkat emas yang berhiaskan permata.

Setianya Si Kantan dan ibunya di gubuk kecil mereka, sang ibu menghendaki agar tongkat tersebut  dijual supaya mereka bisa membeli rumah baru dan mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Si Kantan juga berpendapat bahwa tongkat tersebut haarus dijual di pulau lain karena di daerah mereka, penduduknya hanya berprofesi sebagai petani yang hidupnya sangat sederhana. Esok hari, Si Kantan berpaitan kepada ibuya untuk meninggalkan pulau tersebut. Pada saat itu, ibu SI Kantan berpesan agar Si Kantan berjanji untuk cepat pulang saat tongkat tersebut sudah terjual. Setelah itu, berangkatlah SI Kantan menggunakan tongkang melewati Sungai Barumun menuju laut lepas kemudian menuju ke Malaka. Perjalanan yang melelahkan tak membuat Si Kantan berputusasa sebaliknya, Si Kantan percaya bahwa sebuah pengorbanan akan mebuahkan hasil yang luar biasa.

Tiba di Malaka, Si Kantan menawarkan tongkat tersebut kepada pedagang yang ia temui, namun tak seorangpun sangup membelinya. Karena tidak terjualnya tongkat itu dalam beberapa hari, Si Kantan berniat untuk kembali ke kampung halamannya. Dalam perjalanannya ke pelabuhan, Si Kantan bertemu beberapa hulu balang dari Kerajaan Malaka yang saat itu sedang beronda di kota tersebut. Kemudian, hulu balang tersebut menyarankan agar Si Kantan menjualnya kepada raja mereka, kesempatan tersebut tidak disia-saikan oleh Si Kantan.

Raja Malaka sengatlah tersanjung dengan indahnya tongkat emas itu, akan tetapi Raja Malaka tidak ingin membelinya dengan uang, melainkan dengan menjadikan Si Kantan sebagai menantunya. Lalu, Si Kantan menerima tawaran yang menggiurkannya itu. Seminggu kemudian, Si Kantan menikah dengan putri raja yang sangat cantik dengan pesta pernikahan yang sangat meriah.  Kehidupan mewah yang dirasakan oleh Si Kantan dengan istrinya di istana membuat Si Kantan melupakan ibunya di kampung halamannya. Suatu hari, istri Si Kantan mendesak agar Si Kantan mempertemukannya dengan ibu dan ingin melihat kampung halaman Si Kantan. Mulanya, Si Kantan menolak permintaan tersebut dengan berbagai macam alasan, tetapi pada akhirnya Si Kantan menyanggupi permintaannya.

Paginya, Si Kantan, istrinya dan puluhan prajurit istana berlayar menuju muara Selat Malaka. Ketika mereka sampai di tujuan, penduduk lokal amatlah terkejut dengan kehadiran kapal yang mewah dan besar itu, banyak penduduk yang berbondong-bondong datang ke pelabuhan hanya untuk melihat kapal tersebut. Salah seorang dari kerumunan tersebut mengenali Si Kantan yang sedang berdiri di atas kapal tersebut. Kabar itu mulai tersebar di seluruh daerah tersebut, termasuk ibu Si Kantan. Akan tetapi, ibu Si Kantan tidak lekas menuju pelabuhan tersebut, ia menunggu Si Kantan untuk datang ke gubuk kecilnya. Setelah sekian hari menunggu, ibu Si Kantan memutuskan untuk pergi ke pelabuhan untuk menemui anak kesayangannya. Ketika sampai di pelabuhan, ibu Si Kantan meneriakkan nama Si Kantan berulang kali. Istri Si Kantan yang mendengar hal tersebut memanyakan kejadian itu, namun Si Kantan hanya mengatakan bahwa wanita itu merupakan orang gila. Rasa penasaran yang tinggi yang dimiliki oleh istri Si Kantan membuatnya turun dari kapal untuk menemui ibu Si Kantan dan Si Kantan pun pergi menyusulnya.

Setibanya Si Kantan di depan ibunya, Si Kantan tidak memeluknya melainkan mengutuki dan mencemooh ibunya, bahkan meminta pengawal untuk mengusir ibunya. Setelah itu, Si Kantan dan istrinya kembali ke kapal dan bersiap-siap meninggalkan tempat itu. Ibu Si Kantan pulang dengan perasaan hancur. Anak semata wayang yang amat dicintainya berlagak sombong dan berlagak tidak mengenalinya. Dengan deraian air matanya, ia berdoa apabila laki-laki tersebut adalah anaknya, biarkanlah Tuhan sendiri yang memberi pelajaran yang layak untuknya. Seketika itu juga, petir menyambar, cuaca menjadi buruk dan bermunculan ombak-ombak yang tinggi menyambar kapal Si Kantan sehingga kapal mewah itu tenggelam ke dasar Sungai Barumun. Cuaca kembali seperti semula saat kapal itu telah tenggelam. Tak ada satupun awak kapal yang berhasil menyelamatakan diri dari malapetaka itu. Beberapa hari kemudia, di tengah-tengah Sungai Barumun dan tepat di tempat kapal Si Kantan tenggelam muncullah sebuah pulau. Kemudian pulau itu diberi nama Pulau Si Kantan oelh masyarakat sekitarnya.

Malin Kundang

Alkisah di pesisir pantai wilayah Sumatera Barat, hiduplah seorang ayah dan ibu yang dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Malin Kundang. Kondisi keuangan mereka yang memprihatinkan membuat ayah Malin Kundang memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang.  Namun, ayah Malin Kundang tak kunjung datang walaupun tahun demi tahun telah berganti, sehingga ibunya menggantikan posisi sang ayah dalam mencari nafkah.

Ketika Malin Kundang beranjak dewasa, ia merasa kasihan terhadap pengorbanan ibunya dalam membesarkan dirnya. Saat ia berjalan-jalan di pesisir pantai, seorang nahkoda menawarinya untuk bergabung dengannya. Malin Kundang tergiur dengan tawarannya, kemudian ia mengutarakan hal tersebut kepada ibunya. Mulanya, sang ibu tak merelakan Malin Kundang pergi, tetapi dengan desakkan Malin Kundang, sang ibu menyetujuinya.

Beberapa hari kemudian, setelah seluruh perbekalan siap, Malin Kundang beserta ibunya menuju ke dermaga. Sebelum meninggalkan kampung halamannya, Malin Kundang berpamitan kepada ibunya. Ibu Malin Kundang berpesan agar Malin Kundang jangan lupa dengan ibunya dan tempat kelahirannya.

Di tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Malin Kundang diserang oleh bajak laut. Seluruh barang dirampas dan seluruh awak kapal dibunuh oleh bajak laut tersebut. Saat itu, Malin Kundang sangatlah beruntung bersembunyi di ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga ia tidak terbunuh. Beberapa hari kemudian, kapal yang dinaiki oleh Malin Kundang terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada Malin Kundang pergi ke desa terdekat untuk meminta pertolongan. Dengan pertolongan masyarakat setempat, Malin Kundang dapat pulih dan bekerja di desa tersebut. Berkat keuletan dan kegigihan Malin Kundang dalam bekerja, Malin Kundang berhasil menjadi orang yang kaya raya di desa yang subur itu.

Lalu ia memutuskan untuk menikah dengan seorang bunga desa di tempat itu. Tak lama setelah pernikahan, istri Malin Kundang memohon kepada Malin Kundang agar bisa bertemu dengan ibu dari Malin Kundang. Awalnya, Malin Kundang menolak permintaan tersebut, namun dengan kegigihan istrinya, Malin Kundang menerima permintaan tersebut. Beberapa hari kemudian, Malin Kundang, istrinya dan para pekerjanya berlayar menuju kampung halaman Malin Kundang.

Datangnya kapal besar dan mewah milik Malin Kundang membuat heboh seluruh desa kelahiran Malin Kundang. Kabar tersebut memicu ibu Malin Kundang untuk datang ke dermaga untuk memastikan bahwa itu Malin Kundang atau bukan. Saat sampai di dermaga dan memastikan bahwa Malin Kundang berada di kapal itu, ibu Malin Kundang meneriakkan nama Malin Kundang berulang-ulang. Teriakkan tersebut membuat istri Malin Kundang bertanya kepada Malin Kundang mengenai identitas wanita tua itu, akan tetapi Malin Kundang menyangkal bahwa itu adalah ibunya.

Jawaban Malin Kundang yang tidak memuaskan hati sang istri, membuatnya turun dari kapal dan hendak menghampiri wanita tua itu. Melihat hal itu, Malin Kundang pun menyusul istrinya. Ketika jarak Malin Kundang dan ibunya dekat, ibunya menanyakan kabar Malin Kundang seolah ia sangat mengenali Malin Kundang dan mengatakan bahwa ia adalah ibunya. Malin Kundang langsung saja menyangkal itu semua, mencemooh dan memfitnah ibunya sendiri bahwa wanita tua tersebut mengaku sebagai ibu dari Malin Kundang hanya karena menginginkan hartanya. Kemudian Malin Kundang dan istrinya kembali ke kapal dan mengacuhkan ibunya yang penuh dengan perasaan kecewa.

Amarah dan kecewa yang dirasakan ibu Malin Kundang membuatnya berdoa agar Malin Kundang diberi pengajaran yang setimpal dengan apa yang diperbuatnya dihadapan orang yang telah melahirkannya. Tepat setelah doa diucapkan, badai dasyat menerjang kapal Malin Kundang hingga hancur, sementara itu tubuh Malin Kundang perlahan mengeras menjadi kaku dan akhirnya membentuk menjadi sebuah batu karang.

Analisis Cerita

Kedua cerita tersebut berasal dari daerah yang berbeda, namun apabila kita melihat kedua cerita tersebut secara sekilas, kejadian yang dialami oleh tokoh utama dari cerita Asal Usul Pulau Si Kantan dan Malin Kundang hampirlah sama, terutama pada bagian orientasi dan isi dari kedua cerita. Di mana kedua tokoh tersebut memiliki latar belakang , yaitu  berasal dari keluarga kecil, terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan seorang anak laki-laki dan ketidakhadiaran dari peran seorang ayah sehingga sang ibu harus menggantikan posisi ayahnya.

Namun, berlanjutnya cerita tersebut memiliki motif yang berbeda, Si Katan merantau karena ingin menjual tongkat emas yang ditemukannya  sementara itu Malin Kundang merantau karena merasa kasihan terhadap ibunya yang membanting tulang untuk membiayai hidupnya. Perbedaan dari kedua cerita ini masih berlanjut sampai kedua tokoh tersebut berhasil meraih kekayaan yang selama hidup mereka, mereka idam-idamkan. Tokoh utama dari cerita Asal Usul Pulau Si Kantan menggapai mimpinya saat ia menjual tongkat emas itu kepada Raja Malaka dan dinikahkan dengan anak perempuannya, kemudian tokoh utama cerita Malin Kundang mencapai targetnya dengan kegiighan dan keuletannya dalam bekerja di desa yang subur. Dalam menggapai mimpinya pun Si Kantan mendapat berbagai rintangan di mana dalam beberapa hari ia tidak mampu menjual tongkat emas itu ke pedagang di daerah pelabuhan. Malin Kundang pun harus mengalami diserang oleh bajak laut dan tekatung-katung di laut sendirian.

Lalu, kedua tokoh utama tersebut mengalami kejadian yang sama yaitu menikahi seorang perempuan yang cantik dan istri mereka menginginkan kedua tokoh tersebut untuk mempertemukan mereka dengan ibu dari kedua tokoh utama tersebut. Kesamaan cerita terus berlanjut ketika Si Kantan dan Malin Kundang pada awalnya menolak permintaan tersebut, akan tetapi pada akhirnya mereka luluh oleh karena kegigihan dari istri kedua tokoh tersebut untuk melihat ibu dari kedua tokoh utama. Si Kantan bersama rombongannya pulang ke kampung halaman Si Kantan menggunakan kapal besar nan mewah, hal serupa dialami oleh Malin Kundang beserta rombongannya. Dalam kedua cerita tersebut juga disebutkan bahwa SI Kantan maupun Malin Kundang tidak mau mengakui ibunya sendiri karena ibunya sudah sangat tua dan burukrupa. Kedua tokoh pun melakukan hal yang sangat tidak terpuji yaitu mencemooh, mengkutuki dan memfitnah ibu kandungnya sendiri di hadapan khalayak umum.

Reorientasi kedua cerita tersebut dimulai dari memuncaknya emosi dari ibu kandung SI Kantan maupun ibu kandung dari Malin Kundang sehingga mereka berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar anak mereka diberi pelajaran yang setimpal dengan apa yang diperbuatnya. Menuju ke penghujung cerita, petir menyambar dan badai di laut menghancurkan kapal mewah Si Kantan dan kapal mewah Malin Kundang. Tak ada nyawa yang dapat terselamatkan dari kedua kejadian tersebut. Kedua cerita tersebut juga memiliki penyelesaian yang berbeda; tubuh Malin Kundang mengeras menjadi batu sementara itu dalam cerita Asal Usul Pulau Si Kantan, setelah beberapa hari muncullah sebuah pulau di tempat yang sama ketika kapal Si Kantan karam.

Ketika kita melihat di awal cerita, Si Kantan dan Malin Kundang sebenarnya memiliki hati yang mulia, mereka ingin membahagiakan hati ibunya dan mereka tidak ingin menyusahkan sang ibu lagi. Dalam perjalanan meraih sesuatu, tentunya setiap orang diuji terlebih dahulu. Malin Kundang dan Si Kantan pun mengalami hal tersebut dan berhasil melewatinya, Malin Kundang berhasil karena kerja kerasnya dan Si Kantan berhasil karena ia tidak berputusasa. Legenda menuliskan bahwa Malin Kundang dan Si Kantan adalah orang yang mudah terlena dalam kekayaan duniawi, apalagi seorang laki-laki sangatlah mudah apabila sudah mendapatkan harta, tahta dan wanita. Kehadiran seorang istri bagi Malin Kundang dan Si Kantan entahlah memberikan suatu bahagia atau bencana. Dapat dikatakan bahwa bencana yang terjadi terhadap Si Kantan dan Malin Kundang terjadi karena desakan sang istri untuk bertemu dengan ibu Si Kantan dan ibu Malin Kundang. Keangkuhan dari Si Kantan dan Malin Kundanglah yang membuat ibu mereka sakit hati dan membuat mereka dikutuk. Sepertinya pada masa Si Kantan dan Malin Kundang, masyarakat setempat telah mengenal sistem ketuhanan sehingga ibu Malin Kundang dan ibu  Si Kantan lebih memilih jalur berdoa untuk memberi anak mereka pengajaran daripada mengandalkan kekuatannya sendiri.

Menurut saya, kemiripan kedua cerita tersebut didasari oleh sifat dari manusia itu sendiri, yaitu keangkuhan dan rasa gengsi yang tinggi. Dua sifat tersbut membuka pintu ke jalan kehancuran kepada setiap manusia. Kita bisa melihat bahwa kedua cerita tersebut berlatarbelakangkan budaya sumatera, di mana masyarakat sumatera dikenal dengan sifatnya yang keras, kikir dan sangat jarang menolong orang lain apabila diminta. Sifat-sifat tersebut sepertinya telah tertanam sejak kecil dan tumbuh dengan sendirinya dalam kehidupan masyarakat sumatera.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun