Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Penulis, Pemerhati hubungan internasional, sosial budaya, kuliner, travel, film dan olahraga

Pemerhati hubungan internasional, penulis buku Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. http://kompasiana.com/arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dua Identitas Satu Kehidupan Pekerja Migran Indonesia

23 Juli 2025   05:14 Diperbarui: 23 Juli 2025   05:14 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang PMI dengan paspornya oleh AI, sumber gambar: dokpri Aris Heru Utomo

Di sebuah thread, saya menemukan kisah ringan tapi penuh makna tentang tiga orang yang sedang berbincang mengenai usia mereka.

"Umur berapa, Pak?" tanya seseorang.

"Saya kelahiran 1957, tapi di KTP tertulis 1961, karena urusan sekolah dulu," jawab pria pertama sambil tersenyum.

"Wah, sama saja. Saya lahir 1939, tapi di KTP ditulis 1941 supaya bisa kerja," timpal pria kedua.

Tak disangka, seorang perempuan muda yang duduk di sebelah mereka ikut menambahkan, "Kalau saya, lahir 1994. Tapi di KTP, ayah saya mendaftarkan tahun lahir 1992 supaya bisa cepat bekerja di luar negeri."

Membaca kisah ringan seperti tersebut di atas, penulis jadi teringat pada pertanyaan yang kerap diajukan para Pekerja Migran Indonesia (PMI) pada setiap kegiatan jemput bola pelayanan kekonsuleran dan keimigrasian yang diselenggarakan Konsulat RI Tawau. Mereka menanyakan tentang dampak perubahan nama dan tanggal lahir di paspor mereka.

Menurut keterangan salah seorang dari mereka, sebut saja namanya Ahmad Syahroni, ketika pertama kali datang ke Sabah pada tahun 2013, di paspornya tertulis nama Ahmad Syahroni kelahiran tahun 1980 di Makassar. Tetapi ketika dilakukan pembuatan paspor baru pada tahu 2023, nama di paspornya menjadi Rahmad Sahrani kelahiran tahun 1982 di Bone.

Ketika ditanya, mengapa sampai identitas di paspor diubah, jawabannya sederhana: atas permintaan majikan atau agen tenaga kerja di syarikat perkebunan. Mereka melakukan hal tersebut karena adanya ketentuan di Sabah bahwa setelah 10 tahun bekerja di Sabah, seorang pekerja asing diharuskan keluar terlebih dahulu dari Sabah Malaysia setidaknya selama 6 bulan. Setelah itu diperbolehkan kembali bekerja di Sabah dan menandatangani kontrak kerja baru.

Dengan ketentuan tersebut, majikan khawatir akan terjadi kekosongan tenaga kerja di perkebunannya apabila pekerjanya tersebut tidak kembali ke Sabah. Kalaupun kembali ke Sabah, mereka pindah pekerjaan di Syarikat lain. Padahal dengan pengalaman kerja 10 tahun, mereka punya ketrampilan yang dapat diandalkan oleh Syarikat untuk memetik buah sawit dengan maksimal. Andai, jumlah pekerja yang tidak kembali hanya 1-2 orang, mungkin tidak menjadi masalah. Namun apabila pekerja yang kontrak kerjanya habis setelah 10 tahun terdapat dalam jumlah besar, hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi produksi di perkebunan sawit.

Untuk itu majikan atau agen tenaga kerja menguruskan pembuatan paspor baru dengan identitas baru agar pekerjanya tidak perlu meninggalkan Sabah hanya untuk memperpanjang kontrak kerja dan majikannya pun tidak perlu mencari tenaga kerja baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun