Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontroversi Dua Hari Nasional di Desember

26 Desember 2019   10:59 Diperbarui: 26 Desember 2019   11:08 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Desember tinggal beberapa hari lagi berakhir. Dua Hari Nasional pada Desember yang menarik dan selalu menjadi kontroversi tahunan kembali berlangsung yaitu peringatan Hari Ibu dan hari Natal. Menarik, karena setiap tahun kontroversi seputar Hari Ibu dan Natal terus diputar ulang seperti kaset rusak.

Kontroversi pertama terkait Hari Ibu yang kerap diperingati pada 22 Desember setiap tahunnya terjadi ketika perbedaan persepsi pemaknaan Hari Ibu karena penyempitan dan pencampuradukan makna peringatan Hari Ibu itu sendiri.

Penyempitan terjadi ketika makna peringatan hari ibu direduksi dari Hari Kebangkitan Perempuan Indonesia menjadi momen dalam satu tahun untuk merefresh dan kontemplasi diri tentang peran seorang ibu. Hari Ibu hanya dijadikan sebagai pengingat bagi yang lupa atau sempat berkonflik dengan ibunya. Hari Ibu dijadikan momen untuk memaafkan dan lebih mendekat kepada Ibu.

Campur aduk karena Hari Ibu di Indonesia disamakan dengan momen Hari Ibu di Amerika Serikat yang selalu diperingati pada 9 Mei setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, Hari Ibu selalu diperingati 9 Mei yang tak lain adalah tanggal meninggalnya Ann Jarvis, seorang ibu yang pada 1868 menginisiasi gerakan untuk menyatukan kembali keluarga-keluarga yang tercerai berai akibat perang saudara (Civil War) di Amerika. Setelah ia wafat, usahanya diteruskan oleh Anna Jarvis, anak perempuannya yang kemudian menetapkan tanggal kematian ibunya sebagai Hari Ibu di Amerika.

Akibat penyempitan makna dan campur aduk inilah maka tidak mengherankan apabila menjelang tanggal 22 Desember, linimasa media sosial sontak dibanjiri berbagai pesan kasih sayang pada ibu. Semua berlomba-lomba menunjukkan apresiasi dan rasa cinta mereka pada sang tokoh sentral dalam keluarga. Pada saat yang bersamaan muncul pesan-pesan bernada protes mengecam peringatan Hari Ibu. Ada yang memandang peringatan Hari Ibu tidak sesuai dengan ajaran agama dan ada pula yang memandang peringatan hari Ibu hanya sebagai suatu kegiatan pencitraan semata.  

"TIDAK ADA HARI IBU DALAM ISLAM. Karena semua hari adalah milik Ibu kita. Ingat ketika kita kecil dulu, ia tidak pernah melewatkan kita sedetikpun, walaupun ia sibuk dengan mengurus rumah, bekerja, dan juga memasak. Dan kini ketika kita besar, mengucapkan rasa cinta, rasa sayang, kangen, hanya setahun sekali. Memberikan hadiah, makanan, dan uang, hanya setahun sekali...? Jadikan semua hari-hari kita untuk Ibu kita, semua hari adalah hari ibu," begitu pernyataan yang beredar di group-group Whatsapp setiap kali menjelang peringatan Hari Ibu 22 Desember 2019. Pernyataan ini disebarluaskan oleh orang-orang yang relatif berpendidikan tinggi.

Kontroversi Hari Ibu 2019 semakin ramai ketika Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyinggung soal video ceramah yang diduga disampaikan Ustad Abdul Somad yang menganggap perayaan Hari Ibu budaya kafir dan haram dilakukan.

Padahal seandainya mau meluangkan waktu membaca dan membuka pikiran sejenak, orang-orang yang berpendidikan tinggi yang menyebarluaskan makna Hari Ibu di Indonesia secara tidak tepat bisa melakukan penelusuran terlebih dahulu mengenai sejarah Hari Ibu di Indonesia.

Penetapan Hari ibu di Indonesia didasarkan pada Keputusan Presiden nomor 316 tahun 1959 dengan tujuan untuk memperingati tonggak sejarah perjuangan perempuan yaitu Kongres Perempuan Indonesia pertama pada 22 Desember 1928 yang merupakan bagian dari perjuangan bangsa yang dijiwai oleh Sumpah Pemuda 1928. Dalam Kongres yang dihadiri berbagai organisasi perempuan yang ada di Sumatera dan Jawa ini muncul kesamaan pandangan untuk mengubah nasib perempuan di Tanah Air.

Pada Kongres 22 Desember 1928 para perempuan hebat bertemu dan berdiskusi, bertukar pikiran dan menyatukan gagasannya di Dalem Jayadipuran, Yogyakarta. Bermacam gagasan dan pemikiran diungkapkan. Selama tiga hari, dari 22 - 25 Desember terdapat beberapa isu yang dibicarakan dalam pertemuan bersejarah yang dihadiri 600 orang dari 30 organisasi.

Isu yang dibahas antara lain pendidikan perempuan bagi anak gadis, perkawinan anak-anak, kawin paksa, permaduan dan perceraian secara sewenang-wenang. Selain itu, kongres juga membahas dan memperjuangkan peran wanita bukan hanya sebagai istri dan kanca wingking (teman di belakang pria).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun