Di era yang serba cepat, godaan hadir di mana-mana: media sosial, lingkungan kerja, hingga lingkaran pertemanan. Perselingkuhan sering kali tidak dimulai dari niat jahat, melainkan dari hal kecil---sebuah obrolan ringan, candaan berlebihan, atau perhatian yang salah alamat.
Namun sekecil apa pun awalnya, perselingkuhan selalu berakhir dengan luka. Luka pada pasangan, luka pada hubungan, dan luka pada diri sendiri. Â Perselingkuhan itu ibarat permen kecil, selalu terasa manis saat kapanpun tapi menimbulkan efek samping yang sangat berbahaya, Terus menikmati hingga tidak sadar bahwa bom waktu suatu saat akan meledak.
Nyaris TergelincirÂ
Raka dan Lila telah menikah selama tujuh tahun. Mereka membangun rumah kecil bersama, melunasi cicilan, dan menabung demi masa depan anak. Namun, rutinitas membuat hubungan mereka terasa hambar.
Di kantor, Raka bertemu Dina---teman kerja yang ramah dan selalu memberi perhatian. Awalnya, obrolan mereka sebatas pekerjaan. Lambat laun, Raka mulai curhat tentang masalah rumah tangganya. Dina mendengarkan dengan sabar. Hati Raka mulai berpindah.
Perselingkuhan jarang terlihat seperti masalah besar di awal. Ia tumbuh diam-diam, seperti api kecil di sudut ruangan. Jika dibiarkan, ia akan membakar seluruh rumah.
Suatu malam, Raka pulang larut. Lila sudah tertidur, tapi di meja makan ada sepiring makanan hangat dan secarik kertas:
"Aku tahu kamu sibuk dan mungkin lelah. Aku cuma mau bilang, aku tetap di sini untukmu, love you."
Raka terdiam. Dadanya sesak. Ia sadar---meski lelah, Lila tetap ada, tetap memberi, tetap setia. Malam itu, ia menghapus semua pesan Dina, memutus komunikasi, dan bertekad memperbaiki rumah tangganya.
Mengapa Perselingkuhan Bukan Hal Baik