Konon, orang Jawa dikenal dengan keramahannya, terlebih lagi masyarakat Jawa Tengah. Meski belum ada riset ilmiah yang benar-benar membuktikan klaim itu, pengalaman pribadi kadang menjadi jawaban paling sederhana. Siang itu, di bawah terik matahari yang hampir tegak lurus di atas kepala, aku menemukan tawa yang tulus dan keramahan yang mengalir begitu alami, seolah menjadi penawar bagi teriknya pukul sebelas. Hari itu adalah hari yang menyenangkan, hari ketika seorang pendatang baru seperti aku merasakan hangatnya sambutan dari orang-orang yang baru kukenal.
Langit Boyolali belum benar-benar memberi ruang bagi awan kelabu. Mentari yang terik seakan menjadi saksi pertemuan pertama antara diriku dengan para peserta kegiatan Aksi Sobat Bumi Universitas Sebelas Maret. Sebagai penerima beasiswa Sobat Bumi dari Pertamina Foundation, aku tidak hanya mendapatkan keluarga baru di lingkungan kampus, tetapi juga menemukan kehangatan di sebuah desa yang jaraknya hanya sekitar 45 menit dari Solo---Desa Sobokerto, sebuah potongan kecil dari Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Warga Sobokerto menyambut kami dengan senyum yang tampak begitu ramah ketika pelasanaan Aksi pada Sabtu, 31 Agustus 2025. Bersama mereka, aku bergabung menjadi bagian dari barisan orang-orang berbaju hijau yang bersemangat untuk satu tujuan: menanam pohon. Puskesmas Sobokerto memang masih tergolong baru. Karena itu, gagasan untuk menghijaukannya dengan pepohonan rindang terasa begitu tepat---membuat suasana lebih hidup sekaligus memberikan teduh bagi siapa pun yang singgah.
Lebih dari sekadar peneduh, pohon adalah bagian dari konsep Green Action yang diusung Sobat Bumi. Melalui penanaman tanaman penyerap karbon dioksida (CO), kegiatan ini menjadi ikhtiar sederhana untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mencegah erosi, dan mendukung upaya reboisasi di tingkat desa. Pohon-pohon yang ditanam akan menjadi "paru-paru kecil" yang tidak hanya menjaga kualitas udara, tetapi juga melindungi ekosistem desa dari kerusakan lingkungan. Menanam pohon, dengan demikian, bukan hanya gerakan simbolis, melainkan investasi jangka panjang bagi keberlanjutan hidup masyarakat.
Ada sekitar 75 pohon yang ditanam pada hari itu, terdiri dari tiga jenis: pohon mangga, pohon rambutan, dan pohon jeruk. Satu hari sebelumnya, panitia sudah membuat lubang dan menyiapkan segala kebutuhan pelaksanaan di hari berikutnya termasuk pohon-pohon muda dengan tinggi hampir satu meter. Pohon-pohon itu ditanam dengan penuh suka cita oleh sekitar 50 orang peserta. Mereka terdiri atas staf puskesmas, anggota Kelompok Budi Daya Ikan (Pokdakan), masyarakat sekitar, serta perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Kehadiran DLH menambah makna tersendiri karena lembaga tersebut tidak hanya hadir sebagai peserta, melainkan juga stakeholder penting yang mendorong kebijakan pelestarian lingkungan di tingkat lokal. Sinergi antara mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah daerah menunjukkan bahwa upaya menjaga bumi bukanlah pekerjaan satu pihak, melainkan kerja bersama yang membutuhkan kolaborasi.
Salah satu sosok yang paling membekas dalam ingatanku adalah Bu Prih, anggota Pokdakan Sobokerto yang menghabiskan waktu sehari-hari dengan mengolah maggot. Meski usianya tidak muda lagi, keramahannya seakan menjadi energi tersendiri bagi kami yang hadir. Dengan gaya bercanda khas orang desa, ia menyapa kami para mahasiswa dengan kehangatan.Â
"Aduh banyak wajah-wajah baru, Bu Prih lupa siapa aja namanya," ujarnya sambil tertawa lepas, membuat kami merasa seperti bagian dari keluarganya sendiri. Ucapannya sederhana, namun penuh arti: ada kedekatan emosional yang terjalin begitu cepat antara warga desa dan para mahasiswa penerima beasiswa Sobat Bumi batch 11 dan 12.
Siang itu memang panas, tapi teriknya justru berubah menjadi dorongan untuk segera bekerja bersama. Semua orang tampak antusias, seolah energi yang dimiliki berlipat ganda. Aku, yang awalnya merasa sebagai orang baru, justru menemukan kenyamanan yang tidak terduga. Dari kegiatan ini, aku belajar bahwa menjaga lingkungan bukan sekadar soal menanam pohon atau melestarikan alam. Lebih dari itu, ada seni menjalin komunikasi, membangun hubungan, dan menumbuhkan kepercayaan dengan masyarakat serta stakeholder yang berperan.
Selesai.Â