Mohon tunggu...
Ari Kurniawan
Ari Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Your Favorite Balinese Blogger

Blogger sejak 2007, menulis tentang banyak hal di idearik.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Di Balik Gemerlap e-Sport

27 Agustus 2018   19:42 Diperbarui: 27 Agustus 2018   20:13 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Industri esport di Indonesia boleh dikatakan baru mulai benar-benar bergeliat dalam 2 tahun terakhir dengan semakin banyaknya kompetisi tingkat nasional dan 'pengakuan' dari media-media mainstream. Bulan Agustus 2018 bisa jadi menjadi salah satu bulan terbaik bagi esport di Indonesia, untuk pertama kalinya, sebuah stasiun TV swasta, Kompas TV, menyiarkan pertandingan final The International 2018, kompetisi kelas internasional tertinggi untuk game DOTA 2. Di waktu yang berdekatan, beberapa game seperti AOV, League of Legends dan Clash Royale mendapat kesempatan sebagai exhibition sport di ajang sekelas ASIAN Games 2018.

Bagi orang awam, esport bukanlah sesuatu yang serius. Hanya sekumpulan anak muda yang gemar menghabiskan waktunya dengan bermain game bahkan mungkin tidak punya masa depan yang pasti. Pandangan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, beberapa tahun lalu, pandangan yang sama juga masih dimiliki oleh banyak orang di negara-negara barat termasuk Amerika Serikat. Banyak orang yang pesimis dengan masa depan para atlet esport karena industrinya sendiri dianggap baru masuk tahap awal.

Benua Asia sendiri sebenarnya merupakan salah satu tempat dimana esport pertama kali benar-benar diakui sebagai sesuatu yang serius. Korea Selatan sudah memiliki badan resmi pemerintah yang menangani esport sejak tahun 2000-an bernama Korea e-Sports Association (KeSPA). Hal ini didukung dengan kultur di negara tersebut, ditambah dengan internet super cepat dan 'warnet' dengan spesifikasi komputer yang memadai. Tidak heran jika hampir separuh populasinya merupakan gamer.

Latihan Keras Bagai Kuda


Para atlet esport yang bermain secara profesional dikenal memiliki jadwal latihan yang cukup padat. Beberapa mengatakan bahwa mereka berlatih dengan tim selama kurang lebih 8 jam sehari, kemudian dilanjutkan dengan latihan individual selama beberapa jam. Beberapa atlet esport juga mendapatkan penghasilan tambahan dengan menyiarkan (live streaming) dirinya sewaktu bermain. 

Beberapa tim besar di Amerika Serikat dan Eropa juga terkenal memiliki "Gaming House" dimana para pemain mereka tidur dan 'bekerja'. Hal ini memiliki tujuan agar pemain bisa lebih fokus dan kondisi latihannya bisa diawasi dan dianalisa oleh manajemen tim. Walau bagi orang luar, para atlet esport ini hanya sekedar 'bermain game', pada kenyataannya, mereka juga dibebani dengan kewajiban untuk melatih skill individu, strategi dan kekompakan tim serta menjaga kesehatan fisik mereka sendiri.

Pemain yang awalnya bermain di level amatir, kemudian berhasil menarik perhatian para pencari bakat, bisa berakhir dengan memiliki karir yang menjanjikan di level profesional. Namun, tidak sedikit pemain yang sudah berusaha keras dari level amatir namun tetap tidak bisa menembus level profesional. Hal inilah yang kerap membuat mereka yang memiliki cita-cita jadi atlet esport menjadi depresi dan kelelahan mental.

Hidup Mewah Bagai Bintang Film

www.invenglobal.com
www.invenglobal.com
Tim SKT T1 merupakan tim League of Legends yang berhasil membangun dinastinya beberapa tahun lalu dengan menjuarai kejuaraan tingkat dunia secara berturut-turut. Salah satu pemainnya yang paling dikenal adalah "Faker", gaji per tahunnya diperkirakan mencapai 30 milyar Rupiah lebih, belum termasuk uang yang didapatkan dari menjuarai liga tingkat Korea Selatan maupun kompetisi level regional maupun internasional lainnya. . Industri esport memang terkenal memiliki fans yang militan dan loyal pada seorang individual maupun sebuah tim, jadi tidak heran jika pada akhirnya banyak atlet yang bisa hidup mewah karena mendapat kontrak dengan sponsor-sponsor besar.

Dari awal tahun 2000-an hingga 2010, sebagian besar sponsor untuk industri esport adalah brand yang berhubungan langsung dengan industri ini, misalnya komputer, kursi gaming, dan minuman energi. Namun, dalam 3 tahun terakhir, brand besar lainnya mulai menunjukan ketertarikan mereka pada industri esport dengan melakukan investasi di tim-tim yang dianggap mewakili pasar mereka. Datangnya sponsor inilah yang membuat semakin banyak atlet esport yang bisa hidup mewah.

Di Indonesia bagaimana? Sepengetahuan penulis, hanya ada beberapa atlet esport profesional yang 'hidup mewah'. Sebagian penghasilan mereka tidak didapatkan dari gaji sebagai atlet atau karena memenangkan kompetisi, tapi dari hasil kontrak individu dengan brand maupun dari hasil streaming dan YouTube.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun