Pada hari, Jum`at 18 Juli 2025 telah dilaksanakan pengabdian masyarakat dengan judul LARI DARI MASALAH yang berfokus pada santriwati pondok pesantrem Sabilul Rahma International Boarding School (SABIRA IBS). Pengabdian masyarakat dilakukan oleh mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (UNTAG SURABAYA), pengabdian ini dibimbing oleh pembimbing lapangan bapak Rizki Dwi Bakhtiar surin, S.Psi., M.Psi., Psikolog dan dilaksanakan oleh mahasiswa Ridho Abdillah prodi Ilmu Komunikasi.
melalui kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Sajen, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Permainan ini dirancang untuk membuka ruang refleksi bagi santri untuk memahami dampak dari setiap tindakan yang dipilih mereka. Permainan ini tidak sekedar hiburan semata, tetapi untuk mengevaluasi perilaku dan keputusan mereka secara pribadi. Hal ini, santri didorong untuk lebih menyadari pentingnya berfikir jangka Panjang setiap tindakan yang mereka pilih.
keterlibatan mereka dalam permainan edukatif ini, santri akan memperoleh sejumlah manfaat yang bisa diterapkan, antara lain: pemahaman materi yang disampaikan oleh mahasiswa lebih mudah dipahami karena dikemas secara interaktif. Selain itu, permainan ini juga bisa melatih untuk berfikir kritis dalam pengambilan keputusan. Hal ini, meningkatkan motivasi dan partisipasi mereka dalam proses pembelajaran di lingkungan pesantren.
Keberhasilan pendidikan karakter terletak pada sejauh mana ia kontekstual. “Lari dari Masalah” unggul karena ia menyentuh realitas keseharian santri: kamar asrama, jadwal mengaji, tekanan teman, aturan pondok, dan kerinduan pada rumah. Permainan ini tidak abstrak, tidak mengawang, tapi justru sangat membumi.
Nilai-nilai seperti tanggung jawab, kejujuran, introspeksi, dan kerja sama ditanamkan bukan lewat definisi, tetapi lewat pengalaman. Ketika seorang pemain memilih kabur dari pondok dan mendapatkan sanksi dalam permainan, ia tidak hanya membaca konsekuensi, tapi merasakannya — dalam bentuk hambatan, kehilangan giliran, atau terlempar kembali ke awal.
Boardgame ini juga dirancang dengan menarik secara visual dan partisipatif. Dengan kartu bergambar, dadu, papan warna-warni, dan tokoh fiktif yang relatable, santri tertarik untuk terlibat. Metode ini juga memfasilitasi pembelajar visual dan kinestetik.
Lebih dari itu, partisipasi aktif dalam permainan menciptakan suasana belajar yang tidak menegangkan. Santri tidak merasa diawasi, tapi justru merasa menjadi bagian dari cerita. Ini membuat proses pembelajaran menjadi alami, tidak dibuat-buat, dan bersifat membekas.
Permainan ini diterapkan dengan 5 orang yang sudah dibagi karakternya masing-masing, 3 orang bermain boardgame dan 2 orang menjadi penulis. Permainan boardgame dilakukan selama kurang lebih 45–60 menit. Dalam proses ini, fasilitator dari mahasiswa mendampingi dan mengarahkan diskusi ringan tentang pilihan-pilihan yang mereka ambil di dalam permainan.
Selama permainan berlangsung, terjadi berbagai dinamika menarik. Beberapa peserta bersikap hati-hati dalam memilih, sebagian lain bersikap impulsif. Yang paling menarik, setelah beberapa putaran, muncul kesadaran kolektif bahwa tindakan lari dari masalah—baik membolos, berbohong, maupun kabur—justru menghadirkan lebih banyak konflik.
Puncak dari kegiatan ini adalah minidrama. Santri memilih satu alur cerita dari permainan yang mereka mainkan untuk dijadikan skenario drama singkat. Drama ini kemudian dipentaskan di hadapan teman-teman yang lain dan para pengurus pondok.