Mohon tunggu...
ari imogiri
ari imogiri Mohon Tunggu... Administrasi - warga desa

suka aja mengamati berita-berita politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jong Jawa, Sepenggal Sejarah Penguasa Lautan

7 Januari 2022   09:43 Diperbarui: 7 Januari 2022   09:50 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Nenek moyangku seorang pelaut,
Gemar mengarungi luas samudra,
menerjang ombak tiada takut,
menempuh badai, sudah biasa...

Penggalan lirik lagu legendaris ciptaan Ibu Sud itu tentu sudah sangat akrab kita dengarkan dan bahkan kita nyanyikan sejak kecil.

Bagi kita yang hidup di daerah pedalaman mungkin lagu itu dinilai hanya sebatas lagu anak-anak biasa saja, hal itu karena kita berfikir bahwa turun temurun kita adalah turunan para petani, apalagi sejak duduk di sekolah tingkat dasar kita seringkali diajarkan bahwa negara kita adalah negara agraris, negara pertanian.

Hal ini sebenarnya cukup menjadi keprihatinan, karena senyatanya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, maka mustinya kita juga bisa menjadi negara maritim selain menjadi negara agraris karena kesuburan tanahnya. Lautan negara kita sebenarnya bisa menjadi modal bagi negara kita untuk menjadi salah satu negara maritim yang disegani di dunia.

Jika kita membaca sejarah masa silam, ternyata memang kita bisa menjadi bangsa agraris bersamaan dengan menjadi negara maritim.

Seorang ilmuwan luar negeri, ahli biologi molekuler Universitas Massey Selandia Baru, Murray Cox, memimpin penelitian untuk menganalisis DNA mitokondria yang diturunkan lewat ibu dari  orang Indonesia yang berasal dari 12 kepulauan di Indonesia dengan penduduk dari tiga etnis di Madagaskar, pulau di sebelah timur benua Afrika. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pelaut dari nusantara menjadi pendiri dari koloni Madagaskar sekira 1.200 tahun silam.

Hasil penelitian ini menegaskan berbagai penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Termasuk pengakuan dari penduduk Madagaskar sendiri sebagaimana yang ditulis oleh pelaut Portugis, Diego da Couto dalam buku Da Asia yang ditulisnya tahun 1645. Ia mendapati bahwa penduduk di Madagaskar dan Tanjung Harapan berkulit coklat, "kami keturunan orang Jawa" ujar mereka kata Couto. Itulah mengapa pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 itu menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar dibanding para penjelajah samudra dari Eropa.

Konon, kapal - kapal kayu dari Jawa pada abad 8 M sudah digunakan oleh para pelaut asal Jawa untuk berdagang kayu manis atau rempah-rempah sampai jauh ke Benua Afrika, sekarang negara Madagaskar, Afsel, dan Ghana. Pena emas sejarah mencatat, pelayaran panjang para pedagang itu dikenal dengan sebutan The Cinnamon Route atau Jalur Kayu Manis.

Di kawasan Asia Tenggara, kapal-kapal dagang milik orang Jawa ini menguasai jalur rempah rempah yang sangat vital, antara Maluku, Jawa, dan Malaka. Kota pelabuhan Malaka pada waktu itu praktis menjadi kota orang Jawa.

Tome Pires dari Portugis dalam Suma Oriental juga memberikan gambaran tentang keadaan berbagai pelabuhan di nusantara yang dikunjunginya.

Kapal-kapal kayu yang digunakan pelaut Jawa dikenal dengan sebutan jong atau jung (berasal dari bahasa jawa kuno, jong yang artinya perahu). Dalam catatan Portugis juga dapat diketahui bahwa pada jaman itu, kapal-kapal jong dari Jawa adalah kapal paling hebat dalam dunia kemaritiman. Besaran kapal jong disebutkan bahkan lebih besar dari kapal-kapal yang dipakai orang Eropa dalam penjelajahan samudra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun