Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Penjual Layangan di Bibir Pantai Jimbaran

21 Februari 2021   21:02 Diperbarui: 21 Februari 2021   21:20 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis Bali Bandara Ngurah Rai Mohon Pelaku Pariwisata Kendalikan Layang-layang

Perjalananku ke Bali sudah selesai, tinggal pulang saja. Menyisakan sejuta kenangan tentunya. Bagaimana indahnya Kintamani, kerajinan lolok yang begitu menggoda. Dan terutama tari kecak yang ngeri-ngeri sedap jika mengingatnya.

Satu hal unik yang sampai kini masih melekat dalam ingatan. Tentang penjual layangan di pinggir pantai. Beberapa layangan disandangkan di bahu. Satu layangan diterbangkan. Layangan garuda. Aku membeli satu untuk kenangan-kenangan dan oleh-oleh anakku.

Sampai kini layangan itu masih aku simpan padahal sudah sepuluh tahun berselang. Bukan karena keunikannya, melainkan cerita di balik penjualnya.

Saat itu mobil telah di parkirkan, padahal pantai hampir setiap hari kami lihat. Apalagi jika pas ada urusan dinas. Berkilometer pantai di sini kiri jalan yang dilewati. Ternyata bukan bagaimana indahnya pantai yang ingin dinikmati.

Hampir semua rekan tergoda oleh "sumur" yang sejak masih di bandara Samsudinoor Banjarmasin didengungkan oleh pandu wisatanya. Seperti apa sebenarnya?

Aku malah tidak tertarik sama sekali, aku pikir namanya "sumur" ya begitu-begitu saja. Tak ada yang istimewa. Jadi tak perlu beli kacamata. Kalau mau melihat yan melihat saja. Melotot juga tak apa. Ha ha ha..

Begitu sampai di pantai, aku sangat tertarik dengan penjaja layang-layang. Di depan resort yang kami tempati orang itu mendekat. Aku pun memberikan respon ingin memilih dan membeli.

Alanglah terkejutnya aku begitu kami sedang asyik berbincang-bincang, datang seseorang dengan pakaian seragam. Sepertinya ia seorang satpam. Kata-katanya sungguh menyakitkan. Dikira aku tak mengerti bahasa yang diucapkan. "Asu! Ngalih o. Jo nang kene. Edan!"

Orang yang berjualan layang-layang tersebut entah karena takut atau karena malu bergegas membereskan layang-layang yang sedang aku pilih. Lalu cepat-cepat pergi.

Aku tanpa memberikan reaksi seolah pura-pira tak mengerti bahasa yang mereka ucapkan. Maksudku agar orang itu tidak malu. Itu saja.

Aku berjalan di belakang orang itu ke arah pantai lain. Benar-benar aku anggap apa yang aku dengar barusan aku tak mengerti artinya. Aku asyik memilih-milih lagi. Sambil mencoba menerbangkan layang-layang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun