Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Misteri Kebun Karet di Desa Rejowinangun

7 Januari 2021   13:37 Diperbarui: 8 Januari 2021   04:45 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Bobo.ID - Grid.ID Kisah Petani Karet - Semua Halaman - Bobo

Ketika itu memang sejak pagi hari hujan deras. Biasanya jika selepas hujan begini, ikan akan berkeliaran bahkan sejak sore hari. Tapi boss! Nyamuknya maklum banyaknya. Tidak lagi satu satu datangnya. Kalau hanya satu dua, di geblok mati. Ini harus dipurut baru mati sekaligus.

Tapi namanya "lingsang", sejenis hewan yang sering disebut berang-berang begitu almarhum ibuku memberi gelaran kepadaku. Karena hobi mancing yang keterlaluan. Hampir tidak ada hari tanpa mancing. Coba aja sehari nggak mancing pasti linglung katanya, seperti orang gila. Kelewatan emang almarhum ibuku itu.

Bila ada kesempatan mancing apalagi harapan mendapatkan ikan yang banyak dan besar-besar serta ikan jenis yang sulit dipancingi memang memiliki sensasi tersendiri. Bahagianya tak tertandingi dengan apa pun.

Ada pun jenis ikannya adalah ikan lembat, lele, keting, baung, lampuk, kalau lagi apes dapat belut tanah. Gak tanggung-tanggung kalau belut tanah ini. Beda dengan belut sawah, rakusnya minta ampun serta besar sekali. Saya pernah dapat sebesar betis. Setengah jam lebih baru belut naik.

Sore itu entah mengapa, hanya saya dan teman saya yang mancing di tempat itu. Kebun karet itu memang kebun karet temannya temanku. Jadi walau tak meminta izin pasti diizinkan. Kalau orang jauh biasanya harus minta izin. Kebiasaan karet hasil sadapan hilang.

Karena hanya berdua, walau masih senja seperti sudah hampir malam. Remang-remang. Mau dinyalakan senter padahal masih senja. Tidak dinyalakan senter memasukkan umpan ke dalam lubang rada repot. Kalau tetap memaksa dinyalakan juga, malu lah jika ada orang yang lewat. Mosok masih sore sudah menyalakan sintar.

Tiba-tiba saja, semut salimbada (semut hitam besar) sudah berkerumun di dekat kaki, entah dari mana datangnya langsung menggigit dan skaitnya sakit sekali. Mereka yang pernah digigit semut salimbada pasti akan tau rasanya seperti apa.

Perasaan saya sudah tidak biasa ini. Jarang-jarang ada semut salimbada di dataran tinggi begini. Kadang juga yang ada biasanya di tepian sawah, pertanda akan segera musim hujan dan tanah tersebut terendam air.

Saya pun menjauhi tempat itu. Jarak saya dan teman saya memang tidak berdekatan. Masing-masing punya spot idaman bersasarkan pengalaman memancingnya. Namun masih di kebun yang sama.

Kadang-kadang suara teman saya terdengar jelas, biasalah mengusir sepi sambil bersenandung larik-larik uyon dalam bahada saja. Kadang-kadang mengherutu sendiri. Seperti bercakap-capak. Sama juga yang saya lakukan. Bercapak-capak dengan diri sendiri. Edan memang!

"Sudah dapat belum, Lek?" tanya dua perempuan setengah baya dan anaknya mungkin menghampiri saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun