Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Cuti

3 Januari 2018   21:37 Diperbarui: 3 Januari 2018   22:07 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berkas permohonan cuti sudah didapatkan di tangan. Perlu perdebatan agak pelik dengan bagian HR untuk mendapatkan secarik kertas yang juga banyak orang menginginkanya tersebut. Bukan tanpa alasan. Namun ada keanehan dari cuti yang diajukan mengingat pesta pergantian tahun baru diselesaikan dua hari yang lalu. Terlebih ini adalah minggu-minggu dengan beban stock opname yang belum juga dirampungkan. Namun dengan kalimat sakti bahwa cuti adalah hak setiap karyawan yang telah menunaikan tugas dan kewajibannya bekerja, lembaran itu akhirnya didapatkannya.

Sekarang giliran meminta persetujuan ke pimpinannya. Tak banyak yang disampaikannya. Lembaran itu disodorkannya ke meja pimpinannya. Fokus utama pimpinannya jatuh ke tanggal dan hari anak buahnya akan cuti. Dipandang anak buahnya lekat-lekat. Ada yang aneh dari hari dan tanggal cuti yang diajukan.

"Rabu dan Kamis? Tumben. Biasanya kamu cuti jum'at-sabtu, sabtu-senin, atau senin-selasa. Kenapa ini ditengah minggu? Tidakkah kau ingin cuti seperti biasanya. Biar bisa kau pulang lebih lama dan berjumpa dengan keluarga. Bukankah untuk ukuran orang yang bekerja di luar kota sepertimu perjumpaan dengan keluargamu yang jauh di sana menjadi sangat berharga?"

Anak buahnya hanya melempar senyum pada atasannya. Lagi-lagi tiada sepatah katapun yang diucapkan anak buahnya.

"Kamu dapat panggilan tes kerja dari perusahaan apa?"

Pertanyaan dari pimpinannya yang sekonyong-konyong merendahkan harga dirinya. Pertanyaan yang juga bentuk keraguan pimpinannya atas kinerja dan loyalitas yang selama ini ditunjukkannya. Ya, anak buahnya itu merupakan salah satu orang paling loyal di perusahaan tempat ia bekerja. Pekerjaan yang dibebankan padanya selalu diselesaikan tepat waktu. Kalaupun ada over time akibat ia menyelesaikan pekerjaan, tidak pernah ia mengajukan lembur. Berapa lamapun over time yang dilakukan.

Namun tak salah pula dengan yang ditanyakan pimpinannya. Terlampau banyak dan sering turn over pegawai terjadi. Terakhir, Mira, Mirna, dan Ratna tetiba mengundurkan diri karena telah diterima di perusahaan yang menurut mereka lebih bisa menjamin masa depan mereka. Diterima dengan tes/seleksi yang mereka hadiri dengan mengajukan cuti.

Akhirnya ada yang disampaikan oleh anak buahnya.

"Mohon maaf Pak, sampai saat ini tidak pernah sedikitpun terbersit keinginan dari saya untuk pindah kerja dari sini. Kalaupun nantinya saya berniat untuk pindah, maka saya akan keluar terlebih dahulu dari sini baru kemudian mendaftar dan mungkin mengikuiti seleksi di perusahaan lain. Saya tidak mau fokus saya terganggu Pak. Dalam urusan kerja saya akan profesional dan setia. Beda dengan urusan rasa yang memang saya sering bercabang mendua, meniga, dan seterusnya."

Giliran kini pimpinannya yang diam seribu bahasa. Ditandatangninya lebaran kertas yang tadi disodorkan padanya. Dan dikembalikan secarik kertas tersebut kepada anak buahnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun