Mohon tunggu...
Pipin Arifin
Pipin Arifin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa, Hari Raya dan Pilkada

23 Juni 2018   21:41 Diperbarui: 23 Juni 2018   21:50 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wahai Orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa (Qs, Al-Baqarah : 183). Puasa merupakan terjemahan dari kata shaum (Bahasa arab) yang berarti menahan diri dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Secara umum penulis bisa klasifikasikan menahan diri ada yang bersifat fisik ada juga bersifat psikis. 

Menahan dari rasa haus dan lapar tergolong kedalam fisik, penulis yakin menahan diri ini tidaklah sulit, bahkan oleh anak-anak (yang belajar berpuasa) sekalipun pasti mampu kecuali dalam keadaan tertentu seperti menempuh perjalanan jauh, ibu hamil dll. Selanjutnya menahan diri yang bersifat psikis tergolong perbuatan yang membutuhkan perjuangan, dan tidak semua orang (yang berpuasa) mampu meninggalkannya.

 Seperti menahan hasrat (menginginkan sesuatu secara berlebih dan cenderung konsumtif), menggunjing atau membicarakan kejelekan orang lain, menebar fitnah, dan menahan hawa nafsu. Inilah puasa sesungguhnya karena berorientasi pada la'allakum tattaqun (ketaqwaan).

Momentum pilkada serentak 2018 berbarengan dengan pelaksanaan puasa Ramadhan, hal ini tentunya sebuah ujian besar bagi kita khususnya peserta pemilu, timses dan simpatisan. Bagaimana kita menekpresikan rasa suka terhadap calon tertentu tanpa menjelekan apalagi menebar fitnah atau dengan kata lain berpuasa/menahan diri untuk tidak "menyerang"  calon lain.

 Sejarah mencatat pemilu pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1955, waktu itu hajat politik dilaksanakan dua kali. 29 September 1955 memeilih anggota DPR dan 15 Desember 1955 memilih dewan konstituante. Saat itu terpilih sebanyak 257 DPR dan 514 anggota konstituante (seaharusnya 520 namun irian barat yang memiliki 6 kursi tidak melakukan pemilihan). 

Pemilu saat itu tercatat pemilu paling demokratis sepanjang perjalanan  demokrasi Indonesia, nyaris tidak ada ekses yang ditimbulkan, meskipun keadaan negara belum begitu stabil/kondusif. Salah satu indikator keberhasilannya adalah tingginya angka partisipasi pemilih yaitu mencapai 88 % suara sah dari 43 juta pemilih atau 37,8 juta warga berbondong-bondong ke tempat pemilihan untuk menggunakan hak pilihnya

Dewasa ini banyak sekali kekisruhan yang menyebabkan naiknya suhu politik. Kalau ditelisik lebih dalam ternyata kemajuan teknologi ikut andil dalam penyebaran benih kekisruhan utamanya lewat jejaring sosial. Serangan-serangan ditujukan pada beberapa pasangan calon baik lewat meme (gambar sindiran) ataupun serangan langsung dengan mengungkapkan "dosa-dosa" di masa lalu yang belum tentu kebenarannya (istilah kekiniannya HOAX). 

Kembali ke persoalan puasa, bahwa puasa itu pada perinsipnya menahan. Bulan Ramadhan sebagai kawah candradumuka untuk menuju ketaqwaan, seyogyanya kita mampu menahan dari godan-godaan untuk melakukan kesalahan dan akhirnya kita mampu kembali pada kesucian dan dinobatkan menjadi pemenang.

Idul fitri berasal dari dua kata Id berasala dari akar kata aada-yauudu yang artinya kembali dan fitri yang berarti suci bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, dan keburukan berasal dari kata fatharo-yafthiru. Idul fitri kembalinya kita kedalam keadaan suci atau terbebas dari segala noda dan dosa.Aapakah rela diri yang sudah suci dinodai kembali hanya untuk kepentingan politik sesaat, menebar fitnah, melanggar aturan, suap (serangan fajar) dilakukan demi syahwat politk yang mengebu-gebu.  

Tentunya manusia yang beriman dan bertaqwa tidak akan rela hal itu terjadi. Disisi lain peran pengawas pemilu harus lebih ditingkatkan kembali, apalagi lembaga negara itu punya kekuatan besar dalam mewujudkan pemilu langsung, umum, bebas, dan rahasia salah satunya lewat UU no 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. 

Perhelatan akbar hajat politik tinggal menghitung hari, marilah kita ciptakan suasana nyaman, aman, dan damai. Yakinlah allah sudah menentukan pemimpin untuk 5 tahun kedepan, kita hanya dalam rangka optimalisasi ikhtiar semata, siapapun yang terplih nanti selama proses pemilihan  sesuai aturan tanpa kecurangan, semestinya semua pihak menerina secara lapang dada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun