Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Penulis - Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ndilalah, Dua Natal Berbeda Makna

1 Januari 2016   06:18 Diperbarui: 2 Januari 2016   08:47 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tanggal 25 Desember perhatian publik kristiani tercurah menyongsong hari natal. Beberapa daerah di Indonesia merayakannya penuh suka cita. Ada gaya Jawa, model Ambon, Batak, dan lain-lain. Meriah dan penuh makna!

Andaikata ada salah satu umat terlepas dari kemeriahan natal itu, tentu memiliki kesan sendiri. Ndilalah….kawan saya Errol Jonathans mengalami dua kali peristiwa tidak dapat merayakan misa natal di gereja.

Saudara Errol Jonathans, sekarang CEO Radio Surabaya, merupakan sahabat lama saya, setidaknya hingga tulisan ini tersusun. Dia punya cerita dan makna menarik tentang Hari Natal.

Pada akhir tahun 1982, tepatnya tanggal 24 Desember menjelang libur Hari Natal, Errol dihubungi Ivans Harsono, Kepala Perwakilan Harian Pos Kota Jawa Timur. Ivans Harsono dan Errol mendapat mandat mendampingi rombongan dari Jakarta, antara lain Harmoko (Pemimpin Redaksi Harian Pos Kota), Zulharmans (Ketua PWI Jaya) Sofyan Lubis (Redaktur Pelaksana Pos Kota), dan masih ada lagi beberapa nama. Rombongan bertolak dari Jakarta menuju Jawa Timur dalam rangka ziarah “Wali Songo”.

Orang-orang Pos Kota memang rajin ziarah “Wali Songo”. Suatu saat berangkatnya berawal dari Jakarta menuju Surabaya, dan sebaliknya tidak jarang pula memulai perjalanan dari Jawa Timur dan berakhir di Jawa Barat. Manajemen Pos Kota juga rutin memberangkatkan karyawan redaksi dan non redaksi melaksanakan ibadah haji atau ibadah umroh.

Pengalaman Errol menemani para peziarah “Wali Songo” merupakan hal baru. Pertama, dia satu-satunya warga non muslim. Kedua, rombongan sengaja mengambil rute perjalanan pada malam hari. Ivans Harsono (kini sudah almarhum) bersama Errol Jonathans tiba di komplek makam Sunan Drajat tengah malam.

Rombongan, termasuk Errol masuk satu persatu ke dalam lokasi makam Sunan Drajat. Mereka mengambil posisi setelah melewati sap tangga yang bersusun tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Masing-masing sudah bersiap hendak memanjatkan doa, ndilalah Harmoko sang pimpinan rombongan berbisik kepada Errol:

Dik, tustel (baca: kamera) saya tertinggal di mobil. Tolong diambil ya!”

Bergegaslah Errol menuju tempat parkir mobil berjalan seorang diri. Selagi turun tangga sempat melihat di kanan dan kirinya puluhan pemakaman kerabat Sunan Drajat. Tiba-tiba terdengar suara kentongan berbunyi 12 kali. Antara sengaja dan tidak Errol melirik arlojinya, waktu telah menunjukkan pukul 12 malam.

“Aku merinding. Baru nyadar ternyata tanggal 25 Desember 1982, berarti sudah malam natal” kenang Errol.

Memasuki tahun 1983 ada sederet perstiwa, menurut Errol punya makna penting. Pada HUT PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) 9 Februari 1983 Errol Jonathans menyabet juara pertama Karya Tulis Jurnalistik PWI Cabang Jawa Timur, sekaligus meraih trophy Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur. Selain bidang tulis, Errol juga memenangi juara kedua lomba karya foto. Periode berikutnya HUT PWI berganti menjadi HPN (Hari Pers Nasional), sedangkan nama trophy karya jurnalistik diabadikan menjadi “Piala Prapanca.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun