Abramovich, Glazer, Gillet-Hicks, hingga Mansour bin Zayed adalah gelombang kedua dari industrialisasi dan liberalisasi sepakbola Inggris. Era yang menandai dunia sepakbola benar-benar menghayati modernisasi dengan temanya “the world without border”. Sedianya mereka bukanlah pemilik asing pertama dunia sepakbola Inggris, mungkin yang mempopulerkannya. Sebelumnya terdapat beberapa nama seperti Mohammed al-Fayed pemilik Fulham atau Queens Park Rangers oleh Lakshmi Mittal.
Tulisan berikut akan mencoba mencari jawaban atas dua persoalan: (1) Mengapa mayoritas pemilik klub sepakbola Inggris berkewarganegaraan asing, dan kondisi sebaliknya di Italia; serta (2) Apa konsekuensi dari hal tersebut bagi industri sepakbola di kedua negara tersebut?
***
Ensiklopedia musik dunia mengenal fenomena “British Invasion” pada dekade 1960-an sebagai tribute atas mewabahnya musik Inggris di ranah Amerika dan dunia.The Beatles dan Rooling Stones digadang yang membuka pintu mukadimah musik Inggris ke ranah Amerika,dan dunia pada umumnya. Fenomena ini menandai pula terciptanya satu generasi baru di Amerika, “flower generation”, yang mendobrak pola, sikap, dan kebijakan politik para tua yang mendukung perang vietnam.
Kemudahan Inggris,Kesusahan Italia
40-an tahun kemudian, Amerika (dan negara lain) “menginvasi” balik daratan Inggris melalui kepemilikan di klub sepakbola. Cukup mencengangkan mengingat fanatisme warga Inggris akan klub sepakbola kotanya berasal – kurang berprestasi tak mengapa, tapi ini klub kota saya yang harus didukung - kira-kira demikian chauvinisme a la sepakbola Inggris. Kini amati, hanya tersisa Everton, Newcastle United, Norwich City, Stoke City, Tottenham Hotspurs, Wigan Athletic, dan WBA klub EPL yang kepemilikannya mayoritas dimiliki oleh orang Inggris asli.
Kondisi sebaliknya terjadi di Italia, di mana tidak ada satupun klub serie-A yang dimiliki asing. Pengecualian dapat diberikan kepada AS Roma yang dimiliki oleh pengusaha asal Amerika, James Palotta (menggantikan Thomas Richard diBenedetto). Tetapi patut di catat, James Palotta adalah pengusaha berkewarganegaraan Amerika keturunan Italia. Franco Sensi tak semudah itu melepas klub sepakbola yang telah sedemikian identik dengan dirinya kepada orang asing tanpa pertalian darah sama sekali dengan akar Italia. Maka dijuallah AS Roma kepada diBenedetto, kemudian diberikan kepada Palotta. Nevertheless, saya tetap menyatakan Palotta dan diBenedetto sebagai “warga” Italia
Adakah kiranya sepakbola Italia kurang menarik bagi investor asing dibanding Inggris? Bukankah antusiasme fans Italia tak kalah dibandingkan Inggris? Bahkan dalam pandangan pribadi saya fans di Italia jauh lebih ekspresif dalam menunjukkan kecintaannya kepada klub kebanggaannya. Tengoklah stadion-stadion di Italia, penuh dengan banner, flare, dan spanduk dukungan terhadap klub atau celaan kepada lawan – hal yang diharamkan di tanah Inggris yang “hanya memperbolehkan” fans untuk bernyanyi.
Satu data yang dilansir oleh World Bank sedikit banyak menjawab pertanyaan saya tersebut. Dalam rilis tersebut, WB membuat peringkat negara-negara dunia atas kemudahan berinvestasi negaranya. Setidaknya ada 10 kriteria yang dijadikan penilaian, seperti kemudahan urusan pajak, perdagangan lintas negara, dan sebagainya. Namun saya hanya akan mengambil beberapa saja yang kiranya terkait dan berpengaruh terhadap dunia sepakbola Inggris dan Italia (sila simak tabel di bawah)
Peringkat Kemudahan Berinvestasi tahun 2013 versi World Bank
Topic Rankings
Italy
UK
Deviation
Starting a business
84
19
-65
Dealing with Construction Permit