Mohon tunggu...
Arif R. Haryono
Arif R. Haryono Mohon Tunggu... -

terkadang menulis, jarang bekerja, seringnya melamun dan bermimpi di siang bolong:....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Film di Indonesia dan Liberalisme Sensor-nya

21 Desember 2012   10:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:15 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Satu malam, saya berkesempatan menikmati salah satu film favorit, Inglorious Basterds di sebuah TV Swasta Nasional. Gumam batin saya sederhana, “banyak adegan akan dipotong”. Dan memang betul, banyak pemotongan adegan scalping yang kelewat kejam. Film ini memang konsumsi dewasa, bukan anak-anak dalam hemat saya

Saya takjub kala – entah semenjak kapan – saya menemukan adegan yang melibatkan orang merokok itu kena sensor. Bisa jadi memang ini terkait satu regulasi yang sudah disahkan pemerintah atau memang diskresi dari Badan Sensor Film sendiri. Saya tidak tahu

Model sensor adegan rokok itu sendiri, dalam pandangan saya, sedikit “jorok”. Film tetap jalan, tanpa pemotongan adegan, namun karakter yang merokok itu tiba-tiba hilang dari layar. Hasilnya? Gambar jadi pecah karena ada proses zoom k objek lain di luar sang perokok [mohon maaf atas keterbatasan istilah, saya tidak pernah mengenyam pendidikan sinematografi]. Jorok karena saya sebagai penikmat film jadi sempat kehilangan fokus menonton. Satu detik sang tokoh ada, detik lain tiba-tiba menghilang, hanya suaranya saja yang bisa dinikmati.

Puncak ketakjuban muncul ketika pada satu adegan, kata “SHIT” tidak dihilangkan. Apa “SHIT” sudah bukan konsumsi dewasa? Atau jangan-jangan saya yang tak peka jaman lagi sehingga “SHIT” sudah lumrah digunakan dalam bahasa sehari-hari oleh semua umur, termasuk anak umur 7 tahun misalnya?

Pemajangan label “Badan Sensor Film menyatakan film anu telah lulus sensor” apakah dengan maksud menunjukkan bahwa film yang akan anda tonton telah disensor setiap unsur atau materi yang tidak pantas bagi mereka yang “belum dewasa” (lagi-lagi, konsepsi dewasa-belum-dewasa dalam hal ini bagi saya cukup membingungkan parameternya, usia-kah?)

Jika betul, kesimpulan saya adalah badan film di Indonesia menganggap
ROKOK adalah unsur dewasa, sementara
SHIT adalah konsumsi segala umur


Sebagai tambahan, saya coba googling sedikit bagaimana Amerika yang dilabeli negara liberal mengatur tata kelola sensor di negaranya. Hasilnya, Amerika memiliki badan non-pemerintah Motion Pictures Association of America (MPAA) yang merilis diferensiasi film dilihat dari unsur-unsur kandungan di dalamnya. Cukup detail dan rigid menurut saya.

1.G = General Audiences


  1. Semua umur bisa menikmati
  2. Tidak ada unsur telanjang, seks, narkoba, dan sejenisnya
  3. Visualisasi alkohol dan rokok dapat digunakan namun dalam porsi yang sedikit, dan dilakukan oleh dewasa, bukan di bawah umur
  4. Tidak ada unsur kekerasan. Kalaupun ada, sifatnya humor dan bukan dengan maksud mencelakai atau melukai

2.PG = Parental Guidance Suggested


  1. Beberapa adegan bisa jadi tidak cocok untuk anak-anak
  2. Film bisa saja mengandung sedikit unsur kekerasan, bahasa tak pantas, narkoba, sedikit unsur ketelanjangan atau adegan seks
  3. Orang Tua disarankan untuk mendampingi anak saat menonton dan memberikan penjelasan atas isi film

3.PG-13 = Parents Strongly Cautioned


  1. Beberapa adegan atau unsur film tidak cocok untuk anak di bawah usia 13 tahun
  2. Film bisa saja mengandung unsur kekerasan, bahasa tak pantas, adegan melibatkan narkoba, unsur ketelanjangan atau adegan seks
  3. Orang Tua disarankan untuk mendampingi saat menonton dan memberikan penjelasan atas isi film dan melarangnya bagi anak kecil (pre-teenagers)

4.R = Restricted


  1. Anak di bawah umur 17 tahun disarankan didampingi saat menonton
  2. Mengandung unsur kekerasan cukup tinggi, bahasa yang tidak pantas, adegan narkoba dan sejenisnya, unsur ketelanjangan dan adegan seks yang cukup intens

5.NC-17 = No one 17 and under Admitted


  1. Siapapun di bawah umur 17 tahun dilarang menonton
  2. Mengandung unsur kekerasan cukup tinggi dan sadis, kandungan adegan seks yang tak layak bagi dibawah usia 17 tahun, adegan horor, dan bahasa yang kasar

Jadi, mana yang lebih baik pengelolaan film dan sensornya?
Indonesia, sang negara berke-Tuhan-an yang Maha Esa atau Amerika, sang negara dengan sejuta label liberal di dalamnya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun