BAHASA menjadi satu di antara perangkat kebudayaan yang terus berkembang dan diwariskan pada generasi mendatang. Jika dari sekian banyak simbol dan perangkat kebudayaan diperas satu per satu, maka yang menjadi sari, inti, dan titik kulminasinya adalah bahasa. Selain sebagai perangkat kebudayaan, bahasa juga merupakan ekspresi kesukubangsaan.
Satu suku bangsa yang berbudaya dapat diukur dari sejauh mana ia mewariskan kebahasaannya. Jika bahasanya hilang, boleh jadi kebudayaan, atau bahkan satu suku bangsa tersebut juga akan hilang beriringan dengan hilangnya kebudayaan bahasa suku bangsa.
Budaya dan bahasa adalah bangunan yang menegakkan satu bangsa. Keduanya saling simpul, mengeratkan, dan mengokohkan satu sama lainnya. Budaya tidak bisa dibangun sendiri tanpa bahasa, begitupun bahasa tidak berdiri sendiri tanpa budaya. Oleh karenanya budaya dan bahasa menjadi elemen penting sebagai satu identitas, ciri, dan kekhasan satu bangsa.
Indonesia sebagai satu bangsa, banyak memiliki keragaman bahasa. Bah
kan Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah bahasa daerah paling banyak di dunia. Lebih dari tujuh ratus bahasa daerah ada di Indonesia. Beberapa bahasa daerah di antaranya banyak dituturkan lebih dari 40 juta penutur. Namun, tidak sedikit pula di antaranya yang terancam punah bahkan mengalami kepunahan bahasa.
Berdasarkan Statistik Kebahasaan 2019, vitalitas bahasa daerah di Indonesia diukur dengan enam status; Aman, stabil tetapi terancam punah, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis, dan punah. Pada tahun 2018, ada 11 bahasa derah yang dinyatakan punah. Hal ini tidak menutup kemungkinan ada bahasa daerah lain yang turut serta diambang kepunahan, boleh jadi angka nya lebih dari yang disebutkan di atas.
Kepunahan satu bahasa tidak terjadi serta merta begitu saja. Ia memerlukan waktu yang cukup lama, disertai dengan pengurangan jumlah penutur asli bahasa daerah tersebut. Selain itu, penyebab kepunahan satu bahasa adalah tidak memberikan satu legacy/ mewariskan kepada generasi setelahnya. Sehingga mata rantai warisan kebudayaan bahasa perlahan luntur ditinggal penutur.
Lalu, bagaimana “Hari Bahasa Ibu” memainkan perannya dalam pelestarian sekaligus pemertahanan bahasa daerah?
Ada tiga terminologi yang coba saya hadirkan dalam tulisan ini untuk menjawab pertanyaan kaitan dengan Hari Bahasa Ibu dan pelestarian bahasa daerah. Pertama, hari Bahasa Ibu sebagai “Jihad” dalam pemertahanan bahasa daerah. Kedua, Hari Bahasa Ibu memiliki peran sebagai “Mujtahid” yang memiliki keperkasaan bahasa dalam melakukan upaya pencegahan kepunahan bahasa. Ketiga, Hari Bahasa Ibu sebagai “Mujahadah” dalam melakukan refleksi-evaluasi kerja kebudayaan berbahasa agar memiliki daya lenting kebahasaan.
Hari Bahasa Ibu menjadi satu refleksi besar bersama untuk senantiasa melakukan jihad-ijtihad dan mujahadah bagi pelestari bahasa daerah. Jihad dalam hal ini adalah berupaya dengan kesungguhan dan keteguhan untuk turut serta mempertahankan kekayaan bahasa daerah. Ijtihad juga dapat dimaknai sebagai satu keseriusan dalam mengupayakan kelestarian dan keperkasaan bahasa daerah agar tidak terjadi kepunahan. Dan mujahadah sebagai bentuk evaluasi bersama atas kerja-kerja budaya, dalam merawat, melestarikan, dan mewariskan bahasa daerah agar tidak terjadi ancaman peluruhan kosa kata dan “kemiskinan” bahasa.