Menjadi bagian dari generasi sandwich membuat saya terasa berat, bukan cuma soal finansial, tapi lebih dari itu: waktu dan perhatian.
 Saya punya tanggung jawab sebagai ayah yang ingin menemani tumbuh kembang anak, sekaligus sebagai anak yang masih merawat ibu saya di usia senja-nya. Seringkali, saya merasa terseret ke dua arah yang sama-sama penting, sementara tubuh dan waktu ini terasa terlalu sempit untuk dibagi rata.
Dari sini, saya mulai berpikir---saya tidak ingin anak-anak saya nanti merasakan hal yang sama. Saya tidak ingin masa tua saya menjadi beban, apalagi jika mereka harus memilih antara mendampingi anak-anak mereka sendiri atau merawat saya. Maka, saya mulai membayangkan hidup di panti jompo. Bukan karena saya menyerah, tapi justru karena saya ingin memberi ruang bagi generasi berikutnya untuk tumbuh tanpa bayang-bayang kewajiban merawat orang tua yang tak mandiri.
Membayangkan tinggal di panti jompo mungkin masih terdengar asing, apalagi di budaya kita yang kuat memegang nilai kekeluargaan. Tapi bagi saya, ini bisa menjadi pilihan bijak. Di panti jompo yang terkelola dengan baik, saya membayangkan hari-hari yang terstruktur dengan layanan kesehatan rutin, makanan bergizi, dan aktivitas sosial yang membuat hidup tetap terasa hidup. Saya membayangkan bercengkerama dengan teman-teman sebaya, tertawa bersama, saling menguatkan dalam masa tua.
Tentu, ada kekhawatiran yang tak bisa disangkal. Rasa sepi, rindu pada anak-cucu, atau bahkan kekhawatiran akan kualitas pelayanan di panti yang dipilih. Tapi saya kira, setiap pilihan akan selalu punya sisi rapuh. Maka, selain persiapan finansial, yang jauh lebih penting adalah menyiapkan mental: berdamai dengan kenyataan bahwa kelak kita akan tua, lemah, dan lebih sering sendiri. Dan jika saya bisa melalui itu dengan hati yang utuh, maka saya harap anak-anak saya akan tetap menjalani hidupnya dengan tenang, tanpa rasa bersalah karena tidak bisa selalu ada.
Mungkin ini bukan jalan yang umum. Tapi ini jalan yang saya anggap masuk akal. Jalan untuk mencintai anak-anak saya, dengan cara yang lebih hening dan jauh-jauh hari sudah saya siapkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI