Mohon tunggu...
Muhammad Ariefianto
Muhammad Ariefianto Mohon Tunggu... Guru - Guru di Sekolah Mutiara Bunda Bandung

Makhluk Allah yang terlahir dengan senyum bahagia kedua orangtua, dan bercita-cita kembali kepada Allah diiringi senyum bahagia karena mampu mengoptimalkan tugas hidupnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Konsep Pendidikan Ideal di Era Disrupsi"

17 Juli 2019   08:20 Diperbarui: 17 Juli 2019   08:38 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kontemplasi Hasil Sharing Session Bersama Dr. Adian Husaini

By M. Ariefianto

 

Pola Pendidikan Barat dan Kelemahannya

Dalam sebuah paragraf dari kesimpulan akhir di sebuah karya tulisnya berjudul "Tragedy and Hope" yang berkisah tentang sejarah keberhasilan Barat menguasai dunia sampai saat ini, Professor Carrol Quigley dengan jujur mengakui kelemahan yang sampai saat ini dimiliki Barat. "We know fairly well how to control the increase of population, how to produce wealth and reduce poverty or disease, we may, in the near future know how to postpone senility and death, it certainly should be clear to those who have their eyes open that violence, extermination and despotism do not solve problems for anyone and that victory and conquest are delusions as long as they merely physical and materialistic. 

Some things we clearly do not yet know, including the most important of all, which is how to bring up children to form them into mature, responsible adult." Imperialisme Barat ke seluruh dunia yang didasari Pendidikan ala Barat memang membuat mereka bisa mengatasi berbagai hal dan meraih kemenangan sampai saat ini, namun ternyata pola pendidikan Barat masih menyisakan kelemahan yaitu Membentuk Anak-anak yang Matang Pribadinya dan Bertanggungjawab ketika Dewasa Kelak.

Pola Pendidikan ala Barat memang didesain sejak awal untuk menjadi solusi bagi Revolusi Industri sehingga target utamanya adalah menciptakan para pegawai mengisi berbagai kekosongan di Industri. Hal ini mengakibatkan bahwa usia kematangan anak semakin lama ditunda dengan berbagai istilah yaitu remaja. 

Banyak waktu terbuang karena mengikuti fase yang diciptakan tersebut sehingga perlakuan ala anak-anak ini terus berlangsung walaupun secara fitrah anak-anak sudah siap dianggap dewasa di usia 15 tahun. Berbeda dengan pola Pendidikan Islam yang didesain oleh Allah dan RasulNya sesuai fitrah manusia, di usia 5-9 tahun anak-anak dibiasakan tuk rutin melakukan ibadah, memasuki usia 10 tahun anak-anak sudah harus betul dalam melakukan berbagai ibadah yang dijalaninya, hal ini digambarkan dengan boleh memukul pangkal kaki sebagai peringatan jika anak tidak shalat. Selanjutnya sekitar usia 14-15 tahun ditandai dengan ciri-ciri baligh maka anak sudah dianggap dewasa karena secara mandiri harus menanggung semua pahala dan dosanya sendiri. Tidak ada istilah remaja dalam Islam.

Kedudukan Adab dan Akhlaq Dalam Pendidikan Nasional

UUD 1945 hasil amandemen khususnya di Pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, terkhusus di ayat 3 mengamanahkan bahwa: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang." Dari pasal ini sangat jelas bahwa tujuan dari Sistem Pendidikan Nasional adalah Meningkatkan Keimanan, Ketakwaan serta Akhlak mulia. Kenyataannya di setiap Ujian Nasional yang diuji adalah pelajaran Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sehingga kalau mau diambil benang merah maka tidak sesuai antara tujuan Pendidikan dan Hasil dari Proses Pendidikan yang dinilai secara nasional, ironisnya hal ini tidak pernah direvisi.

Untuk mengembalikan sesuatu pada porsi seharusnya maka tujuanlah yang harus diukur dan diuji sampai sejauh mana memenuhi harapan yang sudah ditentukan. Sejatinya Ujian Nasional seharusnya diisi dengan Ujian Shalat, Ibadah dan Doa harian berikut bacaan Al qur'an, Perilaku sosial keseharian dan Akhlak terhadap sesama manusia dan lingkungan. Dengan melakukan hal ini maka Tujuan akhir dari Sistem Pendidikan akan terukur keberhasilannya. Hal yang paling ironis adalah dari Makalah Prof. Satrio Sumantri Brodjonegoro, guru besar dari ITB di salah satu pertemuan Discussion Round Table dengan MPR. Beliau memberi makalah dengan judul "Mempertanyakan Cetak Biru Pendidikan Indonesia." Sebagai orang awam saja tentu kita akan bertanya kalau makalahnya berjudul mempertanyakan artinya memang belum ada cetak biru atau Acuan Pokok Pendidikan di Indonesia?. Faktanya memang Prof Satrio memberikan beberapa analisis mendalam beliau yang gusar akan arah dan tujuan Pendidikan Nasional kita. Salah satu poin makalah beliau adalah bahwa saat ini dari hasil lulusan Pendidikan Nasional kita yang sudah diserap oleh dunia kerja, faktanya berdasarkan hasil survey: 92% lemah dalam Membaca, 90% lemah dalam Menulis, 84% lemah Etos Kerja, 83% lemah dalam Komunikasi, 82% lemah Kerjasama Tim. Hasil survey ini seolah menegaskan bahwa hasil lulusan Pendidikan kita tidak jelas arahnya, lemah di berbagai sisi, terlebih lagi Adab dan Akhlak Mulia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun