Sumpah Pemuda, 28 oktober 1928 mungkin salah satu arsip sejarah tertua kebersamaan kita. Kebersamaan waktu itu muncul dan mengkristal di urat nadi dan darah pemuda- pemudi yang ada dan hidup di bentangan kepulauan Nusantara zaman itu.Â
Rasa sakit dijajah, rasa tak berdaya, rasa putus asa, rasa tak berharga, dan rasa tidak merdeka, menjadi kesadaran untuk menggabungkan kekuatan, dalam satu ikatan.Â
Bak sebatang lidi yang lemah dan rapuh, mereka sepakat menjadi ibarat seikat sapu. Bukan sapu dalam konotasi negatif, tapi sapu dalam pengertian persatuan. Bersatu untuk menjadi kuat. Bersatu untuk menjadi kokoh. Bersatu untuk tidak mudah dipatahkan. Bersatu untuk tidak cerai -berai, dan bersatu dalam tujuan. ( klik disini )
Hari ini, 74 tahun setelah tujuan itu tercapai, lalu kenapa kita justru tercerai - berai?Â
Jawaban nya mungkin cukup kompleks, dan mungkin para pakar bangsa akan berdebat sengit dalam ILC, untuk mencari jawaban dari pertanyaan ini.
Karena saya orang biasa, bukan pakar nya. Dan karena bukan pakar, saya  hanya ingin menghimbau. Ketika kita sepakat hidup dalam satu bangsa, dalam satu kebersamaan, dalam satu keluarga besar NKRI, dari Sabang sampai Merauke, maka idealnya apapun masalah yang timbul, kita harus kembali ke meja perundingan. Kembali duduk bersama, bermusyawarah, berdiskusi, mencari kata mufakat. Win - win solution. Semua menang.
Bukankah ini salah satu sila dalam Pancasila, yang kita junjung tinggi sebagai azimat negeri? sebagai perekat bangsa," Â Bhineka Tunggal Ika," Berbeda dalam keragaman, tapi satu dalam tujuan. Kita semua bersaudara, dari Aceh sampai Papua. Negara kita sangat besar, dan kita tentunya tak berharap, jika Indonesia jadi Suriah. Â ( lihat disini )
Semua pihak hendaknya menahan diri, jangan gegabah mengambil  tindakan, atau mengeluarkan komentar, yang akibatnya mungkin menyakiti saudara kita yang lain.  Menyakiti saudara kita adalah perbuatan yang sangat ditentang oleh Agama, Bangsa, Faham, dan Filsafat dari manapun asal pemikiran sumbernya.
Mari kita bersalaman dan berpelukan, ! Â (Â baca disini )
Semua unsur hendaknya menahan diri. Aparat diharapkan menggunakan pendekatan persuasif, bukan refresif. Senjata hanya menimbulkanÂ