Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Terpelajar Beda dengan Mengejar Ijasah

10 April 2011   22:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:56 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ramainya diskusi soal penting dan tidak pentingnya sekolah menginspirasi saya untuk menulis ini. Sabtu dan minggu kemarin, saya “bertemu” dengan tiga orang mahasiswa, di “dunia maya”.

Mahasiswa 1, tinggal jauh sekali. Di pulau lain. Ia sedang bingung soal skripsi. Tepatnya soal definisi operasional variable penelitian. Sebelum jauh berdiskusi, saya berkata, :” sebentar…, mengapa anda pikir bahwa penelitian anda itu penting untuk dilakukan?”

Dia menjawab:

“he..he…, saya juga bingung…mengapa ini penting ya?...apakah ini penting untuk diteliti?....he..he….saya bingung bu…, saya nda tahu….”

Mahasiswa 2.

Perempuan. Dari jauh juga. Ia bingung soal judul skripsi terkait dengan persoalan agrobisnis di Indonesia. Ia mengirim email, demikian: “Ibu, saya jurusan agrobis, saya bingung harus nulis apa untuk skripsi saya…, tolong kasih masukan dong!”

Saya jawab:

“pikirkan dan renungkan semua hal terkait dengan agrobis di negeri kita, menurut anda, mana yang kurang pas? Mana yang tidak “sreg” di hati anda? Mana yang tidak sesuai dengan teori yang anda dapat dari para dosen anda? Itu nanti yang akan jadi masalah penelitian anda!

Tadi dini hari, say baca balasan email darinya, “iya ibu…, terimakasih masukannya, saya AKAN merenungkannya. Tapi nanti kalau saya masih bingung, saya boleh minta tolong lagi ya…?

Mahasiswa 3.

Saya buka inbox fb saya. Masih soal skripsi. Inilah yang ditulis olehnya.

“ibu…, tolong dibantu dong, saya ngga tahu harus ambil judul apa untuk skripsi saya….”

Dan saya jawab, seperti sebelumnya,

“pertama kali anda harus ketemu dulu jawabannya, mengapa anda pikir anda penting untuk meneliti sebuah hal yang saat ini ada di kepala anda, yang sekarang ini sedang mengganggu/menggelisahkan anda. Lalu pikirkan, apa yang ingin anda cari/temukan melalui penelitian anda itu…” Entah masih berfikir ataukah masih tidur. Ia belum membalas.

Mahasiswa 1, datang lagi. Ia berkata:

“ibu…! Ibu punya banyak jurnal nggak? Bagi dong! Saya disuruh merujuk pada banyak jurnal, utamanya internasional”.

Saya jawab,

“ coba sesekali, bilang sama dosen anda, minta aja rujukan dari dia, penelitian dia sendiri mana, yang layak dijadikan rujukan mahasiswanya, yang dimuat dalam jurnal nasional maupun internasional, jangan hanya “ngerjain” mahasiswa suruh cari jurnal ini juranl itu, dia sendiri tidak punya karya jurnal, jangankan nasional, apalagi yang internasional…, sesekali nanya ya…! Tapi yang sopan…!

Dia respond, :“he..he.., ngga berani ibu…, ibu aja yang tayang jurnal di blog ibu, biar kami ngga susah…”

Itu adalah sekelumit persoalan yang dihadapi mahasiswa. Saya rasa, itu bagian kecil saja dari persoalan yang mereka hadapi di dalam gedung yang namanya ‘sekolahan’. Setelah bingung soal skripsi, mereka bingung bayar wisuda yg mahal, lalu bingung mencari kerja (bukan menciptakan).

Dua juta sarjana menganggur itu fakta yang diakui menakertrans. Dan ironisnya, hari-hari terakhir, masih berkutat dalam diskusi soal penting nggak pentingnya sekolah.

Sekolah itu tidak sama dengan sekolahan. Sekolah adalah pembelajaran. Sekolah adalah (proses) memperoleh pelajaran dan pendidikan. Sedang sekolahan adalah gedung tempat pembelajaran, tempat pelajaran/ pendidikan diberikan.

Pada awalnya, pelembagaan pendidikan bertujuan sangat baik. Namun dalam perkembangannya, saya menjadi tersadarkan. Makin lama, makin banyak orang, memaknai pendidikan sebagai pergi sekolah.

Sehingga, yang tidak bergelar dikatakan sebagai tak berpendidikan. Oleh karenanya, mereka nyaris tidakpernah dipertimbangkan. Mereka tidak dianggap penting. Harus dibedakan antara menjadi terdidik/terpelajar dengan pergi sekolah. Jika pendidikan dimaknai sebagai pergi sekolah, maka tujuan utama pendidikan hanyalah sebatas pengejaran ijasah dan pencapaian gelar , bukan ‘menjadi orang yang terpelajar’ (educated people).

Sekali lagi, saya tidak bermaksud mengatakan bahwa belajar di sekolah itu tidak penting. Saya hanya ingin mengingatkan, bahwa sekolah atau kampus hanyalah salah satu cara saja untuk menjadi orang terdidik/terpelajar. Menjadi manusia bergelar dan berijasah, tidak bermakna apa-apa, jika tidak bisa berbuat sesuatu yang juga bermakna.

Negeri ini, begitu banyak sarjana, begitu banyak master dan juga doktor yang telah menyelesaikan ribuan judul riset. Itu belum termasuk riset-riset yang diadakan oleh lembaga pemerintah dan LSM. Tetapi mengapa menjadi sebuah negeri yang tentram, aman, makmur, sentosa di tengah kelimpahan kekayaan alam dan SDM, masih saja merupakan sebuah cita-cita yang kian sulit dicapai? Kemana hasil-hasil riset yang telah dilakukan itu?

Maka saya selalu katakan kepada setiap mahasiswa yang datang berkunjung, “Jika anda merasa terbelenggu dalam sebuah gedung lembaga pembelajaran, anda boleh klik “next” (melanjutkan perjalanan anda).

Pendidikan tak boleh membelenggu. Pendidikan adalah memberi kesempatan kepada pembelajar untuk bebas berkreasi, menumbuhkembangkan ide/gagasan baru, lalu merealisasi ide/gagasan dalam koridor penciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi manusia lain. Pendidikan tidak harus terjadi dalam sebuah bangunan gedung yang namanya sekolahan.

Fight to be educated people! Jangan mengejar ijazah!

Salam bahagia..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun