Mohon tunggu...
Muhammad Arif Asy-Syathori
Muhammad Arif Asy-Syathori Mohon Tunggu... Petani Sehat -

Bercita-cita sebagai penulis yang bisa menginspirasi dan memotivasi setiap orang yang membaca buku karyaku, Please visit ; kakakhahu.blogspot.co.id to know about me more!! Mari berteman...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

For Whom? Kita lah Pasti

2 Januari 2016   16:13 Diperbarui: 11 Januari 2017   13:55 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tidak memandang tua-muda, semua berakal dan sama-sama tahu bagaimana nasib hidup ini kelak”

[caption caption="Sarasehan Pomosda oleh Bok. Kyai Tanjung"][/caption]

Bismillahirrohmaanirrohiim.....

Indonesia tahun 2016. Banyak spekulasi berkenaan dengan masa depan bangsa dan negara ini. Harapan tentunya ada di masing-masing benak anda semua untuk Indonesia kita tercinta. Semua tidak lepas dari sebuah cita-cita yang dipelopori dan menjadi impian para pendahulu kita yang berhasil memperjuangkan Indonesia hingga merdeka. Namun untuk meraih cita-cita itu realitasnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mari kita rayakan tahun baru 2016 ini sebagai momentum untuk bangkit dan sejenak merenungi keadaan bangsa ini.

Cita-cita atau dalam bahasa Inggris dikatakan ‘desire’ (keinginan) dimaknai sebuah keinginan dalam pikiran untuk diraih karena dikira bahwa jika sudah diraih akan mendapat kebahagiaan. Setiap orang pasti mendambakan cita-citanya tercapai. Dulu ketika masih duduk di bangku sekolah, kita sering ditanyai guru kita tentang cita-cita kita. Ada yang ingin menjadi guru, teknisi, wirausahawan, dokter, dan lain-lain. Pastinya kita akan berusaha melakukan apapun untuk tercapainya cita-cita kita.

Berbeda halnya jika bukan cita-cita perorangan. Cita-cita bersama lebih kompleks atau rumit dan berbelit-belit mencapainya. Karena apa? Setiap individu memiliki definisi dan pengalaman sendiri-sendiri. Akhirnya penarikan kesimpulan, pengambilan hikmah, dan pelaksanaan teknis akan berbeda-beda. Jika iseng dan mencoba test case, akan banyak menemui perbedaan definisi sebuah cita-cita yang didambakan bersama. Padahal cita-cita bersama, tapi berbeda visi. Ini sangat sering ditemui. Tapi jika cara memahami cita-cita bersama berbeda, bukan menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah jika membawa definisi sendiri dan pengalamannya sendiri lalu dijadikan sebuah hikmah bersama. Ego yang akan muncul.

Cara memahami dan melaksanakan cita-cita bersama setiap individu pasti berbeda-beda. Faktor-faktornya adalah keluarga, pendidikan (intelektualitas), lingkungan, kebiasaan, usia, dan pengalaman. Cara menggapai cita-cita (ide, gagasan tentang teknis pelaksanaan) yang beragam ini akan menjadi pembendaharaan yang kaya jika dapat kita koordinasikan menjadi sebuah pondasi bangunan yang mengrucut.

Mengkoordinasikan pembendaharaan ini jika dipandang subjektivitas tidak akan bermanfaat. Justru mudhorotkarena tidak menimbulkan dampak negatif berupa dzon(perasangka), adu pendapat, selisih paham, dan lain-lain. Modalnya adalah positive thinking. Positif thinking pada saudaranya dapat menggerus keraguan dan prasangka pada saudaranya. Percaya bahwa saya bukanlah orang yang paling paham tentang cita-cita bersama tersebut. Yakin apa yang saya lakukan bukanlah yang terbaik dari siapapun. Percaya bahwa apa yang dilakukan saudara kita memiliki maksud yang mulia dan demi kemaslahatan bersama.

Koordinasi yang objektif berarti tidak memandang kepentingan diri sendiri. Tidak takut jika posisinya digantikan oleh saudaranya sendiri. Tidak iri jika saudaranya mendapat pujian. Tidak takut jika saudaranya lebih dipercayai. Koordinasi yang objektif berarti saling mendukung ide atau gagasan dari siapapun. Meskipun dari anak usia 12 tahun bahkan dari seorang tukang sampah sekalipun. Memposisikan gelas kosong yang siap diisi oleh air yang jernih.

Yang mengerti kemana nasib akhir hidup ini bukanlah saya seorang. Setiap individu pasti menginginkan keselamatan di akherat kelak. Lalu mengapa kita letakkan keraguan atas tindakan saudara kita untuk meraih cita-cita bersama? Bukankan saudara kita itu juga melakukan tindakan itu karena keinginan mencapai cita-cita bersama? Jika ternyata gagal apakah saudara kita mutlak melakukan kesalahan? Jawabannya tidak. Jika pertanyaan diganti menjadi apakah saya sudah melakukan sesuatu untuk cita-cita bersama? Kenapa saya tidak percaya terhadap saudara saya? Kenapa saya tidak berani melakukan tindakan untuk cita-cita bersama ? Jawaban untuk pertanyaan terakhir adalah karena saya tidak mau dianggaap salah oleh saudara yang lain, tidak mau dipandang memalukan oleh yang lain, merasa terancam kepercayaan saudara saya atas diri saya.

Saya meyakini setiap individu pasti menginginkan surga dan kebaikan. Jika ternyata melakukan kesalahan berarti sedang khilafitu saja. Menjadi kesalahan jika saudaranya melakukan kesalahan akan tetapi justru hanya memandang kesalahan tersebut tapi tidak mau berbuat apapun. Yang tua tidak memandang remeh yang muda. Yang muda tidak merasa lebih baik dari yang tua. Yang muda dan yang tua saling komunikasi dan saling meyakini bahwa kedua-duanya hendak meraih cita-cit yang sama. Insyaallah akan saling mendukung sama lain. Begitu pula yang pintar dan yang bodoh, yang kaya dan yang miskin, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun