Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Auditor - PNS

PNS yang hobi olahraga dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

17 Agustus-an dan Kemunafikan Penganggaran

19 Agustus 2016   10:19 Diperbarui: 19 Agustus 2016   10:49 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun ini, Indonesia telah berusia 71 tahun. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tahun inipun kita baru saja merayakan HUT Negara tercinta ini dengan gegap gempita. Berbagai bentuk seremonial diselenggarakan oleh berbagai elemen masyarakat di seluruh penjuru negeri. Mulai dari Istana Negara hingga tingkat Rukun Tetangga (RT). Berbagai bentuk kegiatan digelar. Selain upacara bendera yang formal dan khidmat, yang selalu ada dan justru amat disukai dan dinanti-nanti oleh masyarakat kita adalah pelaksanaan berbagai macam panggung hiburan dan lomba khas 17 Agustusan yang seolah telah menjadi tradisi dan membudaya. Seremonial itu tentunya butuh biaya. Mulai dari beberapa puluh ribu rupiah saja, untuk pelaksanaan lomba makan kerupuk atau balap karung di tingkat RT, hingga konon mencapai Rp7,5 milyar untuk pelaksanaan upacara detik-detik proklamasi di Istana Negara!

Bagaimana elemen-elemen bangsa kita memperoleh biaya penyelenggaraan berbagai kegiatan untuk memeriahkan 17 Agustus itu? Di tingkat masyarakat, sepertinya tidak ada masalah. Kepengurusan RT biasanya memiliki kas hasil iuran warga yang bisa dianggarkan untuk keperluan ini. Para pemuda kampung, biasanya meminta sumbangan dari para pengguna jalan demi terselenggaranya acara dangdutan 17-an. Ibu-ibu pengajian mungkin juga punya cara-cara kreatif mereka sendiri. Intinya, banyak cara yang bisa ditempuh oleh masyarakat kita untuk mengumpulkan dana. Terlepas dari apakah cara-cara itu pantas atau tidak, simpatik atau tidak, yang jelas dana yang terkumpul adalah legal. Tidak ada perbuatan melawan hukum dalam proses pengumpulannya.

Bagaimana dengan kantor-kantor instansi pemerintah? Mereka biasanya juga menyelenggarakan peringatan 17 Agustus dengan sangat meriah. Berbagai pertandingan dan perlombaan olah raga dan seni digelar. Terkadang sangat banyak jenisnya, dan pelaksanaannya sangat serius, antara lain dengan mendatangkan wasit/juri dari luar agar pertandingan dan perlombaan berlangsung fair.  Agar para peserta bersemangat, juga disediakan tropi dan hadiah bagi para pemenang. Untuk itu, tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dari mana sumbernya?

Apakah dalam APBN/APBD yang dikelola oleh kantor-kantor instansi pemerintah tersebut tersedia pos anggaran untuk pelaksanaan berbagai kegiatan untuk memeriahkan 17 Agustus tersebut? Dipastikan, tidak ada sama sekali. Kalaupun dianggarkan, pasti akan dicoret oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah. Kenapa? Karena dalam seluruh perangkat perundang-undangan mengenai keuangan negara, terdapat norma yang mengatur mengenai apa dan bagaimana, serta untuk apa saja keuangan negara dapat digunakan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 3 ayat (1) menyatakan, “Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”. Berdasarkan pasal ini saja, jelas, bahwa tidak mungkin keuangan negara digunakan untuk melaksanakan acara panggung hiburan, membayar wasit pertandingan futsal, membeli seragam tim untuk lomba poco-poco, dan biaya-biaya lainnya yang selalu menjadi rutinitas “pengeluaran” instansi pemerintah dalam rangkaian acara memeriahkan 17 Agustus. Namun, kenyataannya, acara selalu terselenggara dengan meriah. Dari mana sumber anggarannya?

 Para pucuk pimpinan instansi biasanya tinggal memberi arahan dan isntruksi kepada para bawahannya, “laksanakan peringatan 17-an tahun ini secara sederhana namun tetap meriah”. Mengenai sumber dananya? Tidak akan ada arahan dan instruksi apapun. Mekanisme tahu sama tahu lah yang berjalan. Meskipun kata “sederhana” dikedepankan, namun pada prakteknya, para bawahan justru tetap memegang kata “tetap meriah” sebagai “amanat” yang harus dilaksanakan. Dengan demikian, para bawahan harus “berakrobat” dan memutar otak untuk mencari anggaran pelaksanaannya, agar perintah pimpinan tersebut dapat dilaksanakan.

Setidaknya, ada tiga cara yang bisa dan biasanya ditempuh. Namun, berbeda dengan elemen-elemen masyarakat biasa, yang meskipun kadang cara nya tidak elegan, namun tidak melanggar hukum, cara-cara yang ditempuh oleh instansi pemerintah justru sebaliknya, bernuansa fraud(curang), manipulatif, bahkan koruptif. Cara-cara tersebut adalah. Pertama, menggunakan dana taktis kantor yang pengumpulannya dipastikan dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh perundang-undangan, misalnya dengan memotong biaya perjalanan dinas para staf. Kedua, memanipulasi penggunaan anggaran.

 Anggaran seolah-olah digunakan untuk pelaksanaan program/kegiatan sebagaimana yang tertera dalam rencana kerja dan anggaran instansi, namun digunakan untuk keperluan 17-an. Modus yang digunakan adalah dengan memanipulasi bukti pertanggungjawaban/ kegiatan fiktif. Ketiga, meminta bantuan anggaran kepada pihak perusahaan swasta yang memiliki “ketergantungan” kepada instansi pemerintah bersangkutan.

 Ketergantungan tersebut bisa karena perusahaan tersebut merupakan rekanan, calon rekanan, atau pemegang izin/ calon pemegang izin usaha yang izinnya dikeluarkan oleh isntansi bersangkutan. Delik pemerasan dan gratifikasi patut disangkakan dalam modus ini. Dan kita perlu tahu, dalam undang-undang tindak pidana korupsi, delik gratifikasi dapat diancam hukuman penjara hingga maksimal seumur hidup!

Akan sangat panjang lebar jika cara-cara di atas dibahas lebih dalam. Intinya adalah, bahwa instansi-instansi pemerintah telah terjebak dalam kemunafikan sistem penganggaran. Seharusnya, jika memang anggarannya tidak ada dan tidak mungkin untuk diadakan karena terbentur oleh perundang-undangan, tidak perlu memeriahkan 17 Agustus yang justru mengakibatkan perbuatan fraud bahkan pelanggaran hukum oleh aparat pemerintah. Dan, sebaliknya, jika memeriahkan 17 Agustus dirasa perlu, legalkan pencantuman anggarannya dalam APBN/APBD. Segera sesuaikan perangkat perundang-undangan agar penganggaran tersebut memiliki payung hukum dan legalitas.

Sudah 71 tahun merdeka, kapan kita akan terbebas dari kemunafikan ini? Entahlah, yang jelas, Dirgahayu Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun