Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ribetnya Persiapan Pagelaran Wayang Kulit

20 Oktober 2015   13:09 Diperbarui: 20 Oktober 2015   13:52 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Siapa pun jika akan sebuah acara tentu mengadakan persiapan dengan sebaik-baiknya agar bisa tampil sebaik mungkin. Gladi kotor dan gladi bersih sedapat mungkin diadakan.

Demikian juga dalam pagelaran wayang kulit, komunitasnya juga akan mengadakan persiapan yang tak kalah ribetnya. Latihan rutin tak menjamin bisa tampil sebaik mungkin, walau pun setidaknya bisa meringankan persiapan yang akan diadakan. Pemilihan dalang, sinden, panjak, atau penyanyi tamu serta tembang-tembang yang akan ditampilkan. Juga pakaian yang layak digunakan dalam penampilan tersebut. Termasuk ‘sesaji’ yang harus disiapkan sebagai ungkapan kebanggaan akan budaya.

Saling mendukung, saling membantu, saling mengingatkan tanpa ada rasa direndahkan termasuk dibentak oleh pelatih saat latihan tidak membuat sakit hati, jengkel, marah, apalagi mutung alias ngambek. Memang terkadang harus memberitahu kesalahan dengan cara ‘guyon pari kena’ apalagi terhadap mereka yang lebih tua. Sehingga rasa hormat kita pada mereka tetap terjaga.


 
Konsumsi untuk latihan biasanya ditanggung secara bergantian. Bila ada yang mendapat rejeki lebih ada yang membawa nasi bungkus. Tapi yang paling sering hanya dua buah kue dan segelas teh hangat. Tak lebih.
Latihan dan persiapan dengan anggota secara lengkap memang kadang sulit untuk dilakukan dalam persiapan pagelaran wayang kulit yang menerima tanggapan yang bersifat non profit alias hanya untuk mempertahankan seni budaya nusantara. Diberi honor seratus ribu untuk panjak, seratus lima puluh ribu untuk sinden, dan tiga ratus lima puluh ribu untuk ki dalang sudah cukup membuat senang dan bangga. Honor ini pun kadang dikumpulkan sebagian untuk kelangsungan hidup komunitas.


Kebanggaan ini tentu semakin bertambah saat penonton mau atau betah menonton sampai tuntas. Apalagi juga banyak anak yang ikut nonton walau tak sampai tuntas. Setidaknya mereka mulai mengenal dan mencintai wayang kulit.

 

 
 
 
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun