Tertarik sebuah iklan yang terpasang di sebuah dangau atau gubuk ada sawah yang akan dijual, seorang pemuda menemui saya kala sedang istirahat dan makan siang di pematang sawah. Setelah berbasa-basi sebentar, ia langsung bertanya harga sawah yang kami kelola.Â
Ia sangat kaget setelah saya beritahu harga yang menurutnya sangat fantastis alias mahal banget. Saya pun spontan menanyakan kemampuan yang bisa ia bayar dan kali ini saya yang kaget mendengar jawabannya yang jauh sekali dari harga tanah yang kami tawarkan. Tak ada seperempatnya.
Tertarik akan semangatnya ingin menjadi seorang petani milenial, saya pun memberi wejangan seperti apa yang dikatakan Hanif Dhakiri, Menteri Tenaga Kerja pada era 2014-2019 pemerintahan Jokowi pada saat Kompasianival 2018.Â
Saat itu di salah satu sesi, Beliau mengatakan untuk menjadi pengusaha transportasi tak harus mempunyai armada kendaraan atau mobil. Lihat saja Gojek dan Grab. Untuk menjadi pengusaha perhotelan tak harus memiliki hotel. Atau lihat juga Traveloka dan sejenisnya.
Saya pun berpesan untuk menjadi petani tak harus memiliki sawah. Saya pun memberi contoh tentang diri saya sendiri yang menjadi petani penggarap.
Para pembaca pun mungkin ada yang mengira penulis ini tuan tanah yang memiliki tanah berhektar-hektar sehubungan dengan postingan tentang pertanian. Padahal penulis hanyalah petani penggarap yang berbagi hasil dengan pemilik sawah serta petani pekerja atau buruh tani.
Petani penggarap menyediakan beaya untuk mengelola tanah, menyediakan bibit, pupuk, pestisida dan herbisida, serta perawatan dan transpotasi ke tempat pemasaran setelah panen.
Harus diketahui pula bahwa petani penggarap sesuai dengan sebutannya juga ikut bekerja untuk memberi semangat petani pekerja serta untuk menjamin keberhasilan pengelolaan dan hasil panen yang terbaik. Bukan hanya jadi juragan, tentu saja tak sepenuhnya seperti petani pekerja.
Petani pekerja mendapat bagian mengelola, merawat, dan memetik hasil panen. Jika petani pekerja ada 5 orang maka bagian sepertiga itu dibagi untuk 5 orang tersebut. Untuk petani pekerja bisa saja dibayar sebagai tenaga harian lepas atau hanya menjadi buruh tani. Â
Jika yang terakhir kita gunakan mempunyai kelemahan, pertama petani pekerja hanya sebagai buruh maka sikap 'melu handarbeni' atau ikut memiliki atau bertanggungjawab atas lahan yang dikerjakan sedikit berkurang.Â