Mohon tunggu...
Susi Diah Hardaniati
Susi Diah Hardaniati Mohon Tunggu... Lainnya - IBU DARI SEORANG ANAK LELAKI YANG MEMBANGGAKAN

life is nothing but a daring adventure - helen keller

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Baca Komik = Belajar?

26 Agustus 2013   07:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:49 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hubunganku dengan komik bagaikan kisah cinta terlarang. Banyak diwarnai aksi kucing-kucingan.

Ketika aku kecil dulu, ayahku sangat keras membatasi bacaan di rumah kami. Buku, majalah, dan koran dipilih dengan ketat. Komik tidak boleh masuk rumah, kecuali komik pewayangan karya RA Kosasih koleksi Eyang Kakung. Kalau bosan membaca buku, aku membaca komik pewayangan. Saking sukanya, aku memberi nama anakku sesuai tokoh favoritku di dunia pewayangan.

Karena larangan Ayah, aku tidak pernah mempunyai atau membawa pulang komik. Aku mengenal komik Tintin lewat koleksi ketua kelasku jaman SD yang diselundupkan ke sekolah (dan sukses membuatku naksir berat pada si pemilik komik). Aku kenal komik Smurf lewat "pasar gelap" di kelas (karena dilarang membawa komik ke sekolah). Aku kenal Winnetou dan Old Shatterhand di rumah tetangga. Bahkan majalah komik Donal Bebek pun aku kenal lewat Paman.

Arjuno jauh lebih beruntung karena eranya sudah berbeda. Ayahku sudah tidak (terlalu) ribut soal bacaan cucunya ini. Konon, kakek dan nenek memang cenderung lebih permisif pada cucu. Jadilah Arjuno penikmat komik sejak belum bisa membaca.

Belajar Lewat Komik

Komik yang (menurut Ayahku) tidak ada manfaatnya ini ternyata jadi penyelamat ketika Arjuno mulai masuk sekolah dan mengenal matematika. Pelajaran matematika yang diengganinya ternyata bisa dijembatani lewat komik Doraemon. Penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian jadi lebih menyenangkan. Apalagi kemudian ada edisi Bendera Negara dan Peta Dunia, makin getollah Arjuno membaca (sekaligus belajar). Sampai sekarang dia masih hapal bendera-bendera negara di dunia, plus ibu kotanya.

Kemudian muncul komik sains dan sejarah yang (tampaknya) berasal dari Korea. Mulai dari pengetahuan alam sampai sejarah penemuan benda-benda yang kita gunakan sehari-hari, semua ada. Apalagi seringkali disampaikan lewat cerita-cerita yang lucu. Materi Pelajaran IPA di sekolah ternyata bisa dijelaskan dengan menghibur, sekaligus mendidik. Jangankan Arjuno, aku saja senang membaca komik jenis ini. Lumayan, mengenang pelajaran IPA jaman sekolah dulu.

Kegemaran Arjuno akan dunia militer dan sejarah dunia terpuaskan lewat serial komik perang. Komik Perang Saudara Amerika hingga sejarah Perang Dunia II ternyata ada. Belakangan, ternyata komik-komik lain macam Tintin maupun Gober Bebek pun mengandung fakta dan muatan sejarah yang disampaikan secara menarik. Ini hasil penelusuran Arjuno yang ternyata tidak puas hanya membaca komik, tapi juga menelusuri hal-ihwal perkomikan lewat Internet.

Sayangnya, Arjuno lebih paham sejarah dunia dibandingkan sejarah negara kita karena komik sejarah bangsa Indonesia sangat terbatas jumlah maupun judulnya.

Arjuno banyak mendapat tambahan pengetahuan lewat komik. Penyajian komik membuat aktivitas membaca lebih mengasyikkan daripada membaca buku-buku pelajaran sekolah. Buku-buku teks sekolah tentu saja memiliki keunggulan-keunggulan, antara lain pasti sesuai dengan kurikulum yang digariskan Pemerintah, dilengkapi dengan soal-soal latihan yang memadai, dan lain-lain. Namun tampaknya Arjuno lebih ingat materi-materi yang disampaikan oleh komik daripada yang disampaikan lewat buku teks sekolah. Seringkali, Arjuno sudah lupa materi yang jadi bahan ulangan minggu kemarin, tapi masih ingat cerita komik yang dibaca lebih 6 bulan yang lalu, bahkan bisa menceritakan ulang dengan rinci.

Belajar Harusnya Menyenangkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun