Mohon tunggu...
Ardy Milik
Ardy Milik Mohon Tunggu... Relawan - akrabi ruang dan waktu

KampungNTT (Komunitas Penulis Kompasiana Kupang-NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kami Bukan Barang Dagangan

31 Agustus 2019   09:19 Diperbarui: 1 September 2019   17:08 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosialisasi Anti Perdagangan Orang di Basmuti. Credit Foto: Amel Sesfaot

Alasan bermigrasi ini senada dengan hasil riset Perkumpulan PIKUL (Pengembangan  Inisiatif dan Kapasitas Lokal) dipublikasikan tahun 2018 terhadap 500 pekerja di Kota Kupang tentang 'Kota-Kota Kecil, Kabupaten Urban di Indonesia (Garis Depan Tantangan Tantangan Ketenagakerjaan, Migrasi dan Urbanisasi)' yang menyatakan bahwa tujuan bermigrasi ke Kota Kupang adalah untuk mendapatkan uang tunai.

Sosialisasi Anti Perdagangan Orang. Credit Foto: Amel Sesfaot
Sosialisasi Anti Perdagangan Orang. Credit Foto: Amel Sesfaot
Merajut Asa 

Bagi Karemlita Sesfaot (24) yang selama 8 bulan ini mendampingi Orang Tua dan Anak Anak di Desa Basmuti dan Desa Kuanfatu dalam program 'Pengasuhan Anak dan Pemberdayaan Anak'-Partisipasi orang tua di Desa Basmuti dalam kelas Parenting cukup tinggi. Ini dibuktikan dengan kehadiran orang tua dalam setiap kali pertemuan mencapai 15-20 orang. Dalam pertemuan tersebut orang tua menceritakan pengalamannya mendidik anak di rumah dengan menghargai hak anak dan menuntunya untuk berkembang sesuai dengan kehendaknya sendiri.

"Sejak bulan November 2018 sampai Agustus 2019 tingkat kehadiran orang tua dalam pertemuan di Desa Basmuti terlihat konstan dan stabil. Kostan maksudnya tingkat kehadiran mereka tidak pernah di bawah 15 orang, selalu di atas 15 sampai 20- an orang tua yang hadir. Di dalam kelas, orang tua aktif dan partisipatif. 

Mereka menyampaikan pada beta dengan spontan dan tidak malu-malu. Secara kognitif, mereka berani mengeksplorasi pengalamannya dalam mendidik anak kemudian membagikannya pada hadirin. Misalnya pada anak usia 5 tahun, bagaimana mereka mengajari anak untuk mengenali huruf," terang Amel.

Menurut Amel, Partisipasi masyarakat di Desa Kuanfatu cukup rendah. Tingkat kepercayaan diri anak anak pun rendah. padahal secara usia mereka lebih dia tas anak anak dari Desa Basmuti yang cenderung lebih aktif mengajukan pendapat. 

Mirisnya, dalam pendampingan Amel menemukan bahwa banyak anak anak di Desa Kuanfatu yang hidup dalam pengasuhan kakek dan neneknya karena orang tua mereka memilih bermigrasi.

Kedua desa ini menyisahkan cerita tentang manusia yang tidak berhenti berharap. Berjuang merubah nasib. Anak anak yang mendamba masa depan cerah. Perdagangan orang jadi momok dalam mimpi yang sempurna. 

Pekerjaan rumah bersama adalah membangun karakter manusia yang berdaya dan berjuang hidup di kampungnya sendiri dengan kapasitasnya. Maka, dalam dua kali perjumpaan ini kami bersama Sepakat mengatakan 'Stop Bajual Orang NTT, Kami bukan Barang Dagangan."

Peserta aktif dalam sosialisasi. Photo Credit: Amel Sesfaot
Peserta aktif dalam sosialisasi. Photo Credit: Amel Sesfaot

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun