Saya tidak tahu persisnya, namun berdasarkan cerita seorang kawan lama, mas Isra, kisaran seratus lima puluh ribu hektar. Ya, jumlah yang sangat luas untuk wilayah pertambakan.
Tambak rakyat itu berlokasi di Kalimantan Utara, Provinsi baru. Mas Isra terlibat dalam proses pengembangan Provinsi baru tesebut. Ia aktivis, aktivis sejak mahasiswa, senior saya. Dan hingga kini masih dengan jiwanya yang idealis.
Isra salahsatu pendiri LSI. Bukan Lingkaran Survei Indonesia punya si Deny JA. LSI yang satunya lagi : Lembaga Survei Indonesia yang independen, non partisan.
Kami jumpa di Jakarta, dipertemukan seorang kawan yang juga kawan kuliah saya. Kami bertukar informasi.Â
Menurut cerita Isra, dari seratus lima puluh ribu hektar lahan pertambakan itu kini tidak sampai sepuluh persennya yang beroperasi, padahal potensi besar untuk budidaya Udang di sana. Â
"Satu jenis yang kita budidayakan (udang) kita akan mendapat tiga komoditi," ujarnya.Â
"Di tambak itu akan berkembang Kepiting, juga bisa Bandeng. Pasar ekspor Kepiting terbentur regulasi, hanya pasar lokal saja. Namun, harganya menggila." Potensi yang luarbiasa.
Kira-kira sepuluh tahun lalu, tambak di Kaltara itu banyak dikelola masyarakat suku Bugis. Mereka memang ahlinya perikanan. Namun, kini terkendala kondisi tambak yang sudah jenuh, dan kemudian banyak ditinggalkan begitu saja.
Dulu tambak Lahan Bakau tersebut tidak butuh perawatan ekstra. Tebar bibit dan sampai jumpa saat panen tiba. Tak perlu memberi makan. Plankton sudah tersedia. Disediakan alam tepatnya. Â
Memang, budidaya Udang dengan pola demikian, tanpa menumbuhkan plankton, akan berdampak masalah di kemudian hari.
Plankton mempunyai peranan penting dalam Budidaya Udang. Sehingga sebelum tebar Benur Udang diusahakan Plankton sudah tumbuh di kolam budidaya Udang, dan itulah yang sedang dikerjakan-nya kini.