Ramai di media sosial dan menjadi diskusi hangat di berbagai media massa seperti televisi dan online terkait (tagar) #kaburajadulu. Tagar tersebut dikatakan sebagai bentuk ekspresi digital dari anak-anak muda yang lebih memilih meninggalkan Indonesia untuk bekerja di luar negeri dengan alasan untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan sejahtera.
Meski meninggalkan Indonesia untuk mencari pekerjaan di luar negeri sudah dilakukan secara massif sejak masa kolonialisme, seperti pengiriman tenaga kerja dari Tanah Jawa ke Suriname, namun massifnya #kaburajadulu ditambah dengan video anak-anak muda yang menceritakan pengalaman mereka di negeri orang yang terlihat menggembirakan membuat pemerintah bersikap terhadap fenonema itu.
Sikap pro dan kontra pun bermunculan akibat trending #kaburajadulu. Mereka yang kontra dengan tagar itu yang akhirnya menjadi gerakan ajakan untuk meninggalkan Indonesia bisa jadi tersinggung sebab hal demikian menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan di tanah air demikian buruknya sehingga membuat banyak orang terutama anak-anak muda mencari pekerjaan di luar negeri. Fenomena itu menandakan bahwa pemerintah tidak hanya tak mampu menciptakan lapangan pekerjaan namun juga tidak bisa membuat skema gaji atau upah yang mensejahterakan bagi para pekerja. Dengan demikian pembangunan yang selama ini digembar-gemborkan oleh pemerintah dengan massifnya pembangunan infrastruktur ternyata tidak menciptakan kesejahteraan rakyat.
Sementara yang bijak memandang masalah ini menyebut anak-anak muda itu mencari peluang untuk mengembangkan potensi dirinya. Dengan mengembangkan potensi dirinya yang tidak ada ruang di dalam negeri membuat ilmu dan ketrampilan yang dimiliki tidak mubazir bila pergi keluar negeri.
Terlepas dari pro dan kontra mencari kerja keluar negeri yang dikumandangkan anak-anak muda, sebenarnya ada catatan positif dari munculnya #kaburajadulu itu. Catatan itu adalah, pertama, keberhasilan pembelajaran bahasa asing, khususnya bahasa inggris, yang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Inilah yang dijadikan modal bagi mereka ketika pergi keluar negeri. Mereka yang pergi keluar negeri tentu harus mengerti, menguasai, dan paham bagaimana menggunakan bahasa asing. Meski ada yang tidak betul-betul menguasai bahasa asing namun mereka berani serta tetap bisa menyatakan dan menangkap bahasa itu. Kesempatan bekerja di luar juga dimanfaatkan untuk lebih menajamkan atau memfasihkan bahasa asing sehingga dalam perjalanan waktu, tidak ada kendala lagi dalam soal bahasa.
Bila dibandingkan dengan India dan Malaysia, kita bisa dikatakan tertinggal. Ketertinggalan inilah yang membuat jumlah orang India yang bekerja di Eropa, Amerika, dan Australia, jumlahnya lebih banyak dibanding Indonesia.
Kedua, bekerja di luar negeri juga tidak lepas dari banyaknya anak muda Indonesia yang kuliah di sana, entah karena beasiswa atau biaya mandiri. Dari sinilah pelajar Indonesia tersebar di banyak negara (maju). Mereka yang lulus dari perguruan tinggi di negara tujuan itu ada yang balik, ada pula yang tetap tinggal di sana. Semakin banyak anak muda yang menempuh pendidikan di luar negeri, akan semakin banyak pula anak muda yang bekerja di sana. Mereka memilih tinggal dan bekerja di sana bisa jadi dikarenakan kontrak kerja, jaminan hidup yang lebih menjanjikan, lingkungan tempat tinggal yang tertib, transportasi mudah, tidak macet di jalan, serta ada perasaan prestise bila tinggal di luar negeri.
Kisah sukses anak muda Indonesia yang bekerja dan tinggal di sana, apalagi divisualkan lewat media sosial itulah yang memancing anak-anak muda maupun masyarakat lainnya ingin menyusul sebab ada harapan yang lebih menjanjikan.
Ketiga, #kaburajadulu ini memiliki sisi positif yakni mengurangi arus urbanisasi. Dulu masyarakat dan anak-anak muda bila mencari pekerjaan larinya ke kota-kota. Fenomena yang demikian membikin pusing pemerintah yang berstatus kota besar apalagi selepas lebaran arus balik diboncengi oleh para pencari kerja dari desa atau daerah.
Dengan semakin terbukanya akses bekerja keluar negeri mulai dari Malaysia dengan sumber daya manusia yang berijazah SMP hingga ke negara-negara Eropa, Amerika, Australia, Jepang, dan negara maju lainnya dengan sumber daya yang lebih terdidik dan profesional, setidaknya mereka telah ikut membantu pemerintah dalam hal mengurangi jumlah kaum urban.
Dengan fakta di atas sebenarnya pemerintah tidak perlu risau dengan massifnya #kaburajadulu. Menjadi pertanyaan mengapa pemerintah tidak risau ketika banyak orang menjadi TKW dan TKI ke Malaysia dan Arab Saudi serta negara Arab lainnya. Apakah karena anak-anak muda yang menggelorakan ajakan pergi keluar negeri untuk mencari kerja, lalu pemerintah menjadi menjadi risau karena mempunyai dampak politik yang bisa menjatuhkan wibawa pemerintah saat ini? Â