Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Kepala Daerah Saling Berseteru

15 Mei 2020   17:10 Diperbarui: 15 Mei 2020   17:29 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika semua pihak berupaya memutus rantai penularan wabah covid-19, masyarakat dikejutkan dengan adanya berita perseteruan, saling sindir, saling mendiamkan bahkan saling menjelekan antar kepala daerah. Paling vulgar adalah saling saut dan saling sindir antara Bupati Bolaang Mongodow Timur, Sehan Salim Landjar; dengan Bupati Lumajang Thoriqul Haq.

Dalam video yang viral mereka dengan sangat jelas dan gamblang mengungkapkan kata-kata yang bisa dikatakan saling memojokan. Mereka meributkan proses bantuan yang diberikan kepada masyarakat terkait dampak dari pandemi covid-19. Tentu hal yang demikian menimbulkan beragam sikap dari masyarakat, pastinya banyak pihak mengharap agar semua menahan diri supaya masalah yang ada tidak melebar ke mana-mana.

Saling sindir antarkepala daerah di tengah wabah covid-19, kalau kita selusuri sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh Sehan Salim dan Thoriqul Haq. Diberitakan dalam suatu berita online, antara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini juga mengalami hal yang demikian. 

Masalah yang dihadapi kepala daerah yang semuanya perempuan itu, sama dengan yang dialami oleh Sehan Salim dan Thoriqul Haq, yakni soal penanganan wabah covid-19. Akibat yang demikian, Ketua DPD LaNyalla Mahmud Mattalitti, sampai berharap agar jangan ada pihak-pihak yang memperkeruh perseteruan antara Khofifah dengan Risma.

Perseteruan, saling sindir, bahkan saling ejek antarkepala daerah secara terbuka dan viral bisa jadi ada pada masa-masa kini, terutama saat wabah covid-19. Kepala daerah berkonfrontasi dengan sesamanya pada masa lalu mungkin saja ada namun tidak terungkap dalam media namun yang kali ini begitu terbuka bahkan menjadi tontonan masyarakat. Mereka sudah menjadi seperti anggota DPR maupun DPRD, yang secara terang-terangan berdebat sambil berupaya saling menjatuhkan.

Mereka berseteru tentu ada masalahnya, bukan secara tiba-tiba mereka berbuat yang demikian. Berbeda pendapat antarkepala daerah bisa jadi merupakan hal yang biasa. Dalam rapat-rapat APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) dan APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia), pastinya para bupati dan gubernur pernah saling ngotot demi mempertahankan usulan, ide, dan gagasan namun sayang dalam acara itu, perdebatan yang terjadi belum ada yang viral.

Nah mengapa saat ini mereka begitu hebatnya berdebat, saling sindir, bahkan saling ejek, demi mempertahankan pendapat, tugas, dan jabatan. Mereka melakukan demikian sebab sekarang adalah era keterbukaan dan kebebasan sehingga mereka merasa bebas untuk mengeluarkan pendapatnya, bebas ngomong. Satu lagi, sebab mereka merasa sama-sama dipilih langsung oleh rakyat, ego inilah yang menjadi kekuatan terbesar untuk tidak tunduk pada struktur di atasnya atau selinier dengannya.

Lalu apa yang menjadi penyebab para kepala daerah saling sindir? Di sini ada beberapa kemungkinan yang membuat itu bisa terjadi. Pertama, kebijakan pemerintah pusat yang berubah-ubah dan tidak tegas. Kalau kita amati, masalah di antara kepala daerah di atas adalah mengenai penanganan dampak pandemi covid-19. 

Kebijakan pemerintah pusat selama ini berubah-ubah dan tidak tegas. Awalnya untuk menangani pencegahan wabah, PSBB, diserahkan kepada daerah masing-masing namun kemudian berubah harus melalui persetujuan pemerintah pusat. Pun demikian awalnya pemerintah melarang masyarakat melakukan mudik namun selanjutnya pemerintah mengendorkan aturan boleh mudik dengan syarat-syarat  tertentu.

Kebijakan pemerintah pusat yang berubah-ubah dan tidak tegas inilah yang membuat kepala daerah, baik gubenur, bupati, maupun walikota menjadi bingung. Aturan mana yang hendak dijalankan dalam menangani wabah covid-19 bila pemerintah pusat selalu berubah-ubah. Mereka, para kepala daerah, merasa takut dikenai sanksi oleh pemerintah pusat bila menjalankan kebijakannya sendiri. 

Di sisi yang lain, kebijakan pemerintah pusat yang harus diiikuti dan taati, belum ada atau berubah-ubah. Kondisi yang demikian membuat para kepala daerah merasa serba salah. Hal inilah yang akhirnya membuat seperti masalah yang dihadapi oleh Khofifah -- Risma maupun Sehan Salim -- Thoriqul Haq.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun