Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keluarga Soeharto Tinggalkan Partai Golkar

11 Juli 2018   12:57 Diperbarui: 11 Juli 2018   13:08 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satu persatu keluarga Presiden Soeharto meninggalkan Partai Golkar. Mundurnya keluarga Soeharto dari Golkar menandakan tempat itu sudah tak nyaman lagi bagi mereka. Titiek Soeharto merupakan orang terakhir dari Keluarga Cendana yang menyatakan mengundurkan diri dari partai berlambang pohon beringin itu. Bila merasa tidak nyaman, wajar bila orang keluar dari tempat itu. Mereka akan mencari tempat yang dirasa lebih nyaman, sejuk, dan segar.

Padahal kalau dilihat dari sejarah partai, sebenarnya Golkar dibina dan dibesarkan oleh Presiden Soeharto selama Orde Baru. Bahkan seolah-olah partai itu menjadi miliknya sehingga anak-anak Presiden II Indonesia itu juga malang melintang di partai berwarna kuning itu, mulai dari Mbak Tutut, Hutomo Mandala Putera, Titiek Soeharto, dan yang lain semua pernah dikader di Golkar.

Apa yang menyebabkan Titiek Soeharto meninggalkan Golkar padahal dirinya sempat digadang-gadang menjadi Ketua Umum Golkar ketika terjadi peralihan kekuasaan saat Setya Novanto terjerat kasus E-KTP. Ada beberapa faktor yang sepertinya menjadi penyebab, pertama, Keluarga Cendana merasa Golkar besar bahkan menjadi partai yang bergantian menjadi pemenang Pemilu dengan PDIP karena jasa Soeharto. Selama Orde Baru, Golkar dijadikan partai emas, difasilitasi, dan didukung oleh pemerintahan. Akibatnya partai ini selalu menjadi pemenang dari pemilu ke pemilu selama Orde Baru.

Sayangnya, jasa besar Soeharto kepada Golkar itu tidak berbuah balas kepada anak-anak Soeharto. Harus diakui, Golkar meninggalkan Keluarga Cendana: Soeharto dan anak-anaknya; terjadi ketika era reformasi terjadi. Anak-anak Soeharto selama ini tidak diberi 'hak yang istimewa atau kedudukan yang layak' di kepengurusan partai. Paling-paling mereka menjadi anggota biasa, seperti anggota DPR saja. Kedudukan yang demikian membuat anak-anak Soeharto tak ubahnya dengan anggota yang lain.

Hal demikian berbeda dengan keluarga Soekarno di PDIP atau keluarga Cikeas di Partai Demokrat. Di PDIP, keluarga Soekarno, sejak tahun 1996-an sudah mulai diberi hak istimewa oleh partai dan anggotanya. 

Puncaknya adalah Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua PDIP dari awal partai itu berdiri hingga saat ini. Pun demikian di Partai Demokrat, meski Agus Harimurti Yudhoyono bukan Ketua Umum Partai namun karena ia anak pendiri dan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), maka pria yang akrab disebut AHY itu mendapat hak istimewa. Dirinya langsung digadang-gadang dan didorong-dorong menjadi Capres atau Cawapres meski kalah dalam Pilkada Jakarta 2017.

Kedua, Golkar tidak hanya meninggalkan anak-anak Soeharto namun partai yang bermarkas di Slipi, Jakarta, itu juga meninggalkan kebesaran dan cita-cita Soeharto. Bila PDIP semangat memperjuangkan cita-cita Soekarno namun hal yang demikian tidak dilakukan oleh Golkar. Entah karena takut disebut kekuatan Orde Baru, Golkar sejak era reformasi mempunyai haluan sendiri, haluan yang bukan buah pikiran Soeharto. Akibat yang demikian sepertinya Golkar tidak menggaungkan bagaimana masa keemasan Orde Baru seperti swasembada pangan, biaya hidup murah, suasana aman dan nyaman, politik tidak gaduh, serta dihargai oleh dunia internasional. Ungkapan yang popular, "piye kabare, enak jamanku to", dengan gambar Soeharto tersenyum dan melambaikan tangan, tidak digunakan Golkar sebagai sarana untuk mendulang suara.

Malah saat ini Golkar seperti menjadi 'Pak Turut' dengan kekuasaan. Ketika Presiden SBY berkuasa, partai ini ngikut, bahkan saat ini bisa dikatakan memalukan sebagai partai yang besar, Golkar terang-terangan dan jauh-jauh hari mendukung Joko Widodo sebagai Presiden untuk Pilpres 2019. Spanduk, baliho, dan iklan besar-besaran dengan gambar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bersama Joko Widodo serta slogan Gojo bertebaran seantero nusantara. Ini memang sangat aneh, partai sebesar Golkar kok tidak mandiri. Partai lain semacam Demokrat dan Gerindra yang suaranya di bawah PDIP dan Golkar saja mereka berani mengusung Capres atau Cawapresnya sendiri.  

Hal-hal demikianlah yang membuat Keluarga Cendana merasa dan berpikir, Golkar kok lain ya bagi keluarga kami. Untuk itu daripada mereka hanya sebagai anggota biasa yang tak bisa menentukan haluan partai, lebih bagi hengkang saja. Siapa tahu di tempat lain mereka bisa lebih leluasa. Anak-anak Soeharto pasti mempunyai keinginan agar nama bapaknya diluruskan, cita-citanya dilanjutkan, dan kebesarannya dikenang sebagai bapak bangsa. Hal demikian bisa tercapai bila kekuatan besar dipegang. Sayang Golkar tidak memberi ruang kepada anak-anak Soeharto.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun