Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebiasaan "Googling"

20 Desember 2017   08:05 Diperbarui: 20 Desember 2017   12:19 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika upaya pemindahan Ibu Kota Israel ke Jerusalem yang diucapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump menimbulkan polemik dan penolakan dari dunia internasional, eh sebuah buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) untuk Kelas 6 Sekolah Dasar, terbitan Penerbit Yudhistira, sudah mencantumkan Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Penjelasan itu dalam rangka memberi ajar nama-nama ibu kota negara-negara dunia kepada murid.

Akibat yang demikian maka buku ajar itu mendapat protes dari banyak pihak. Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyesalkan. Kesalahan yang dibuat dikatakan sebagai kesalahan yang fatal.

Mendapat protes dari banyak pihak, penerbit merasa bersalah dan mengaku minta maaf. Dijelaskan oleh penerbit, mereka mengaku mengambil data nama-nama ibu kota negara-negara dunia itu melalui internet world population data sheet 2010. Setelah ada protes, mereka mengatakan tidak tahu bila sumber itu ternyata tidak sah di dunia internasional.

Fenomena mengambil data dari internet atau yang lebih dikenal dengan istilah googling, sejak mesin pencari informasi, Google, itu ada memang sangat massif digunakan oleh netter atau pengguna internet. Dengan meng-klik sebuah kata atau sesuatu yang kita inginkan maka di Googleakan menampilkan puluhan bahkan ratusan sumber atau bahan yang kita inginkan. Data yang ada itu sangat variatif.

Banyaknya data tersebut membuat kita dimudahkan ketika mencari informasi. Akibat yang demikian maka googling selain dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa, juga dilakukan oleh wartawan, dosen, akademisi, peneliti, bahkan professor dan pengambil kebijakan. Orang suka menggunakan Google untuk mencari bahan atau data karena caranya sangat singkat, mudah, dan cepat. Dengan sekali klik, ribuan data atau bahan yang kita inginkan sudah tersaji di depan mata.

Kesuksesan Google inilah yang membuat pihak yang lain juga menyediakan layanan mesin pencari informasi. Sehingga saat ini tidak hanya Googlesebagai mesin pencari informasi, ada mesin pencari informasi lainnya seperti Yahoo, Bing, Ask, Lycos, Crawler, Dogpile, AOL,dan Baidu.

Mudahnya mencari data dan bahan di Googlemembuat orang-orang menjadi malas ke perpustakaan. Malas pergi ke perpustakaan sebab bila kita ingin pergi ke tempat itu selain memerlukan waktu untuk pergi ke sana, jam bukanya terbatas, juga kita  harus membuka-buka dan memilah-milah tumpukan buku di rak-rak yang ada, sehingga di perpustakaan memerlukan waktu yang cukup lama.

Namun yang tidak disadari oleh pencari data di Google adalah soal kesahihan, validitas, dan keilmiahan data tersebut. Sebagai mesin pencari informasi, Googleakan menjaring atau meraup semua hal yang tersangkut dalam internet sehingga semua tulisan yang dibuat oleh netter entah itu lembaga atau perorangan semua akan terjaring di Google.

Masalahnya bila lembaga atau perorangan itu membuat tulisan atau kajian sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dan berdasarkan fakta yang ada, tentu hasil yang disajikan bisa menjadi referensi yang bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Menjadi masalah bila lembaga atau perorangan yang mengunggah tulisan atau pesannya untuk tujuan tertentu, mempunyai motif-motif yang tidak baik, maka hal yang demikian akan menyesatkan atau membuat kekeliruan di masyarakat.

Mencari bahan di Google terkadang pengguna kurang teliti akan data itu kapan tersaji dan dibuat. Bahan dan data yang ada pun sering juga tak lengkap, entah si pembuatnya membikin secara asal, tak lengkap, tak utuh, atau ada hal-hal yang tak bisa dibaca oleh mesin pencari informasi itu. Sering kita menjumpai data yang ada tidak terlacak kapan dibuat. Belum lagi bila sambungan atau signal jaringan di internet itu tidak bagus, tentu hal demikian akan mempengaruhi psikis pengguna bila hendak mengambil data dan informasi.

Untuk itulah di sini perlunya kita mengambil data dan informasi secara teliti dan hati-hati. Bila hendak mengambil data dan informasi dari Googlemaka kita pertama kali harus tahu sumber yang ada, apakah sumber itu berasal dari lembaga yang jelas atau tidak. Biasanya lembaga-lembaga resmi yang ada, baik dalam atau luar negeri, membuat website. Website resmilah yang harus kita jadikan acuan bila hendak mengunduh data atau menjadikan referensi. Kemudian, setiap tahun atau secara berkala, website-website resmi biasa akan menyajikan data-data terbaru. Nah, kita harus mencari data terbaru. Pengguna entah karena malas mencari atau buru-buru mendapatkan data, membuat mereka mengambil data secara gegabah. Bisa jadi data itu sudah kedaluwarsa atau tidak valid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun