Ini jadwalku mengawas ujian. Hari ini anak-anak mengikuti ujian mata pelajaran Matematika selama 70 Menit. Keheningan itu pecah seketika saat seorang siswa yang duduk paling belakang, tepatnya hanya berjarak sekian senti bertanya, "Pak, kalau mau buat lima belas ribu, tulisannya bagaimana, Pak?" Jleb! Air mukaku langsung berubah.
Berdasarkan hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018, skor matematika siswa Indonesia masih tergolong rendah, berada di peringkat 72 dari 78 negara peserta (kompas.com, 07/12/2019). Ini menunjukkan bahwa masih banyak anak Indonesia yang kesulitan dalam memahami konsep dasar matematika, apalagi menerapkannya dalam konteks nyata. Lantas bagaimana kita memperbaikinya?
Numerasi Itu Penting di Era Modern
Sebelum melangkah jauh, kita perlu tahu apa itu numerasi? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI versi daring, numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan angka dan simbol yang terkait dengan matematika dasar.
Kemampuan numerasi sangat krusial dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Dalam dunia kerja, hampir semua profesi, mulai dari pedagang, teknisi, hingga manajer, membutuhkan pemahaman angka yang kuat. Di sisi lain, dalam kehidupan pribadi, numerasi membantu seseorang mengambil keputusan finansial yang cerdas, membaca tren, bahkan memahami risiko kesehatan.
Di tengah banjir informasi, banyak data dan grafik yang disajikan secara manipulatif. Kemampuan numerasi membuat seseorang lebih kritis dalam menilai kebenaran suatu informasi. Dengan keterampilan ini, masyarakat dapat memahami isu-isu publik seperti inflasi, defisit, anggaran negara, hingga membaca data bursa efek Indonesia. Singkatnya, numerasi adalah jembatan menuju kemajuan suatu bangsa.
Lantas apa saja langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam mewujudkan numerasi di lingkungan pendidikan?
Pertama, pendekatan lintas mata pelajaran. Numerasi tidak selalu berkaitan dengan mata pelajaran matematika. Tapi numerasi juga bisa diintegrasikan pada pelajaran yang lain, seperti IPS, IPA, Bahasa Indonesia, dan yang lainnya.
Kedua, penguatan peran guru. Guru adalah penggerak dari sebuah perubahan dalam lingkungan sekolah. Jika didapati banyak guru yang belum 'melek' numerasi, maka sekolah perlu mengadakan beberapa pelatihan untuk guru, menyediakan modul pembelajaran yang berfokus pada numerasi, dan membuat pretest terhadap para siswa guna dapat merancang strategi pembelajaran yang bagaimana yang cocok diterapkan.
Ketiga, kolaborasi dengan masyarakat. Bekerjasama dengan masyarakat dapat membangun kedekatan antara sekolah dan masyarakat. Para orangtua siswa hendaknya dapat dilibatkan dalam program numerasi ini, agar gerakan numerasi ini terdukung juga dalam lingkungan keluarga para siswa.