Menjadi salah satu peserta yang lolos seleksi seminar multilateral di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) adalah sebuah kebanggaan yang tak terduga. Awalnya, saya hanya mencoba peruntungan dengan mendaftar pada Seminar on Investment and Trade Promotion under RCEP, salah satu agenda seminar multilateral di RRT yang diikuti ratusan pendaftar dari berbagai negara, utamanya anggota RCEP.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa nama saya akan masuk dalam daftar peserta yang diterima. Proses seleksinya terbilang ketat, dengan persyaratan dokumen yang cukup rumit, mulai dari application letter, CV, hingga fotokopi paspor yang masih berlaku. Saat itu, saya bahkan belum memiliki paspor, sehingga hanya mengunggah CV sebagai pengganti sambil berharap ada kelonggaran.
Sebuah kejutan yang luar biasa. Tim dari Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri (KTLN) menghubungi saya untuk melengkapi berkas yang belum sempurna. Alhamdulillah, meskipun paspor belum ada, panitia memberikan kelonggaran dengan memperbolehkan dokumen tersebut disusulkan kemudian. Sehari setelah melengkapi berkas, saya mendapat kabar gembira: sebuah Letter of Acceptance (LoA) atau surat undangan resmi dari penyelenggara masuk ke email saya. Rasanya seperti mimpi, langsung terbayang akan berangkat dan berlebaran di RRT. Saya langsung diajak bergabung ke grup WhatsApp bersama peserta lain, di mana segala informasi penting dibagikan.
Persiapan sebelumnya pun dimulai dengan penuh semangat. Saya banyak bertanya kepada teman-teman yang sudah berpengalaman, mulai dari cara membuat motivation letter yang baik, format CV yang sesuai, hingga persiapan teknis seperti barang bawaan, pakaian yang cocok untuk cuaca di Shanghai, cara mengurus visa, dan bahkan pertukaran mata uang Yuan. Sebagai orang yang belum pernah mengurus dokumen perjalanan ke luar negeri sebelumnya, semua terasa baru. Saya sama sekali tidak tahu bagaimana bentuk visa, surat exit permit, atau bahkan prosedur pengajuan paspor dinas. Untungnya, tim Hukum dan Humas di kantor BPS membantu dengan sangat baik, memandu saya langkah demi langkah hingga semua berkas selesai.
Perjalanan Panjang Menuju Jakarta
Saat ini (saat catatan ini ditulis), saya sedang duduk di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), menunggu penerbangan ke Shanghai yang sempat tertunda. Perjalanan menuju Jakarta sendiri sudah menjadi petualangan tersendiri. Sebagai peserta dari daerah (Mamuju, Sulawesi Barat), saya harus standby di Jakarta dua hari sebelum keberangkatan. Padahal, tiket pesawat ke Shanghai bahkan belum dipastikan karena panitia masih menunggu kelengkapan dokumen seluruh peserta. Yang sedikit membuat sedih adalah kebijakan bahwa biaya transportasi dari daerah tidak diganti oleh penyelenggara. Namun, saya berusaha tetap bersyukur karena sudah banyak pihak yang membantu hingga tahap ini.
Saya memutuskan berangkat dari Mamuju tiga hari sebelumnya. Awalnya, saya singgah di Campalagian untuk menemani keluarga berlibur sebentar sebelum benar-benar fokus pada perjalanan ini. Keesokan harinya, saya melanjutkan perjalanan ke Bandara Sultan Hasanuddin di Makassar. Karena ingin menghemat, saya memilih tiket penerbangan malam yang harganya lebih terjangkau. Akibatnya, saya harus menunggu lama di bandara sebelum akhirnya terbang ke Jakarta.
Sesampainya di Jakarta, saya menginap di hotel Oyo dekat kantor BPS dengan harga sekitar Rp100k per malam. Keesokan paginya, saya langsung ke kantor untuk mengambil paspor dinas dan sempat sarapan di kantin sebelum check out hotel sebelum tengah hari. Setelah itu, saya langsung menuju Bandara Soetta karena diberitahu bahwa penerbangan ke Shanghai akan berangkat sekitar pukul 23.30. Saya memutuskan datang lebih awal, meskipun harus menunggu hampir 10 jam. Namun, takdir berkata lain. Menjelang magrib, tiba-tiba ada kabar bahwa kami kehabisan tiket untuk penerbangan malam itu dan dijadwalkan ulang ke esok harinya di jam yang sama. Artinya, kami akan melewatkan acara pembukaan seminar.
Hari-Hari Produktif di Terminal 3
Dengan jadwal yang molor 24 jam, saya memutuskan untuk tetap tinggal di bandara daripada kembali ke kota karena khawatir pengeluaran membengkak. Terminal 3 Soetta pun menjadi "kantor" sementara saya. Di sini, saya menyaksikan keramaian bandara internasional: para turis asing berlalu-lalang, ada yang baru tiba, ada yang sedang transit, dan ada yang akan berangkat. Fenomena ekonomi global terlihat nyata di sini---orang-orang dari berbagai belahan dunia dengan tujuan bisnis, liburan, atau diplomasi seperti saya.
Agar waktu tidak terbuang sia-sia, saya memanfaatkannya seproduktif mungkin. Saya menyelesaikan pelatihan survei khusus di Neraca BPS (SKSPPI) secara online hingga dinyatakan lulus. Selain itu, saya mengikuti zoom meeting persiapan Konreg PDRB di Kalimantan Selatan, kemudian menyiapkan bahan audit internal ISO, dan bahkan menulis satu opini yang sudah lama tertunda. Tak lupa, saya juga memanfaatkan waktu untuk tilawah Al-Quran, hampir menyelesaikan dua juz beserta terjemahannya. Puasa juga membantu menghemat pengeluaran sekaligus menjaga kesehatan di tengah jadwal yang padat.