Mohon tunggu...
Mahmud
Mahmud Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca

Dan Penikmat Kopi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Watak Politik Bima

4 Oktober 2020   18:28 Diperbarui: 10 Oktober 2020   01:22 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah perpolitikan di Bima adalah sejarah kemenangan politik monarki. Tidaklah berlebihan dikatakan demikian; bahwa sejarah perpolitikan di Bima adalah sejarah kemenangan politik monarki.

Itu adalah fakta sejarah, tak bisa dibantah lagi dan fakta sejarah itu harus diterima sebagai pelajaran sejarah. Kita tidak boleh menolak sejarah apalagi merubah sejarah. Kita hanya bisa menerima sejarah dan menjadikan sejarah (perpolitikan di Bima) sebagai pelajaran politik; dengan penuh percaya diri menata masa depan politik di Bima yang lebih baik lagi ke depan.

Hanya itu yang bisa kita lakukan untuk merubah nasib politik dan gaya politik di Bima yang masih mewarisi watak dan gaya politik monarki serta politik feodal dan dinasti politik. Politik feodal dan dinasti politik adalah bangsanya politik monarki (turunan). Dan, itu tidak sehat dalam sistem demokrasi.

Di masa orde lama, misalnya, watak politik di Bima adalah watak politik monarki. Dalam politik monarki (umumnya) digambarkan bahwa raja merepresentasikan bayang-bayang "tuhan" di bumi.

Memberikan teladan dan membangkitkan semangat mengabdi kepada rakyat. Menjadi raja adalah tuan dan rakyat adalah hamba. Raja dianggap sakral dan sosok tunggal yang mengatur seluruh relasi manusia. Relasi antara raja dan rakyat adalah relasi kesetiaan dan totalitas.

Kemudian di masa orde baru, watak politik di Bima adalah watak politik yang totalitarian dan militerisme. Ini tidak lepas dari dan kontruksi politik nasional yang totalitarian dan militerisme. Politik daerah (Bima) mengkonfirmasi kontruksi politik yang totalitarian dan militerisme itu sebagai kepanjangan tangan "power besi" kekuasaan orde baru.

Di era reformasi, misalnya, gaya politik di Bima masih kental dengan watak politik monarki, feodalistik dan dinasti politik. Padahal, di era demokrasi yang sebebas semacam ini, di zaman yang modern semacam ini, atau mungkin sebentar lagi umat manusia akan hidup di planet lain, tapi watak dan gaya politik di Bima masih klasik dan konvensional.

Dan, itu dikonfirmasi (diamini) oleh masyarakat Bima tampa alternatif lainnya. Artinya, pendidikan politik dan kesadaran politik di masyarakat Bima lambat terbangun atau tersadarkan. Karena di bayang-bayangi oleh (anggapan) kekuatan mistis dan dihegemoni oleh penguasa melalui kekuatan mistis ini.

Pertanyaannya, dimanakah peran akademisi dan kaum intelektual di Bima (dari rentang sejarah perpolitikan di Bima yang panjang)? Untuk merubah nasib dan masa depan politik di Bima, di sini peran akademisi dan kaum intelektual di Bima dituntut (etis).

Di tengah berkecamuknya watak politik atau gaya politik monarki, feodalistik dan dinasti politik di Bima menguasai posisi strategis di Bima. Pada saat bersamaan, mayoritas akademisi dan  kaum intelektual di Bima tidak memberikan efek pada naiknya indeks demokrasi di Bima secara akademis, maka ini menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, dimana peran akademisi dan kaum intelektual di Bima?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun