Padahal, kalau memang semata hanya untuk mendokumentasikan, ya nggak harus dengan motoin jenazah atau mata bengkak anggota keluarganya kan? Lagian, soal ini pasti keluarga sudah memikirkan. Pasti ada kok anggota keluarga yang mendokumentasikan.
Harusnya kita ngaca, tahu diri, siapa sih kita kok merasa berhak sekali mempertontonkan dan menyebarluaskan duka orang lain?
Kalau memang merasa perlu sekali mengambil foto, coba posisikan diri sejenak ke mereka yang berduka. Pakailah pikiran dan empati sedikit. Kira-kira angle foto macam apa yang nggak bikin mereka marah.
Tidak sulit kok mendokumentasikan duka tanpa harus membuat keluarga yang lagi berkabung jadi makin emosi. Bisa "diakalin".
Kita bisa foto bingkai potret beliau saat masih hidup, atau foto karangan bunga yang ada. Foto para pelayat yang lagi mendoakan juga akan jadi dokumentasi yang baik dan tentunya akan sedikit meringankan perasaan mereka yang berduka kalau misalnya nanti melihat.
Atau pembaca punya ide yang lain agar foto jenazah dan mata bengkak keluarga yang ditinggalkan nggak lagi jadi tren?
Apapun itu, yuk mulai sekarang, belajar bijak berkamera di rumah duka. Syukur-syukur kalau beneran bisa stop foto-foto sama sekali. Well, Nggak usah ngurusin orang lain juga sih, cukup dimulai dari diri sendiri dan kasih tahu orang terdekat kita.
Salam dari Tepian Musi.