Mohon tunggu...
Aprisa Tasyanda
Aprisa Tasyanda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

be happy and a reason will come along.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesenjangan Isu Difabel di Media Massa

23 September 2020   13:51 Diperbarui: 23 September 2020   13:56 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Isu mengenai difabel termasuk isu yang kurang diminati oleh media massa sebab isu-isu politik dan ekonomi dirasa lebih menarik bagi media massa maupun masyarakat. Isu-isu politik dan ekonomi sangat mudah ditemukan ketimbang isu menyangkut difabel. Padahal, isu menyangkut difabel ini juga sangat penting bagi pemenuhan hak asasi manusia.

Selama ini media massa sudah seperti mengabaikan hak-hak bagi difabel dalam mengakses isu mengenai difabel dan juga bagaimana cara menyuarakan hak mereka dimana mereka kesulitan untuk menyuarakannya. Menurut Lukas Ispandriarno, seorang Pakar Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), hanya ada 2 sampai 30 berita tentang disabilitas. Ini sesuai dengan hasil penelitiannya tahun 2018 dan 2019 terhadap isi konten lima media online jaringan di Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Jika dilihat dari kuantitas berita mengenai difabel, maka dapat dikatakan sedikit dibanding  dengan berita lainnya. Hal ini membuat mata masyarakat pun juga hanya tertuju pada isu-isu umum seperti ekonomi, politik, pendidikan, dan sebagainya sehingga masyarakat seolah-olah menghiraukan penyandang difabel dilihat dari konsumsi bacaan masyarakat ataupun tontonan. 

Media massa yang mengangkat isu difabel sebagai berita utama hanya memberikan persepektif mengenai ketidakmampuan difabel dan perhatian yang kurang bagi penyandang difabel. Akibatnya, stigma yang sudah tertanam pada pikiran masyarakat adalah difabel adalah penyandang cacat, memiliki kekurangan fisik atau mental, dan difabel tidak bisa melakukan suatu kegiatan sehingga perlu bantuan dan penanganan khusus.

Stigma ini perlu diluruskan dengan langkah yang paling mendasar adalah perlu dibedakan antara istilah difabel dengan disabilitas. Dua istilah ini penting untuk diketahui agar berbagai stigma yang melekat pada benak masyarakat menjadi lurus, tidak mendiskriminasi, dan bagi penyandang difabel serta disabilitas merasa diakui kehadiran mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Istilah disabilitas dan difabel adalah untuk mengganti sebutan penyandang cacat yang cenderung kasar, bahkan merendahkan bagi penderitanya, dilansir beritabaik.id. 

Perbedaannya terdapat pada makna yang terkandung dalam 2 kata tersebut. Istilah disabilitas berasal dari serapan kata disability atau disabilities yang diartikan ketidakmampuan. Sedangkan difabel berasal dari kata different ability atau kemampuan yang berbeda. Dilansir dari beritabaik.id, Disabilitas didefinisikan sebagai kekurangan fisik ataupun mental sehingga seorang disabilitas terdapat keterbatasan untuk melakukan sesuatu. 

Orang awam akan memandang bahwa orang dengan disabilitas memiliki keterbatasan untuk beraktivitas sehingga membutuhkan bantuan khusus dari orang lain. Sedangkan istilah difabel muncul sebagai istilah yang lebih halus karena istilah difabel lebih memandang seseorang berdasarkan kemampuannya yang berbeda karena kondisi fisik atau mentalnya. 

Contohnya seseorang yang tidak memiliki tangan, dia bisa mahir memainkan gitar dengan menggunakan kakinya. Itu menggambarkan bahwa penyandang disabilitas bisa melakukan sesuatu seperti orang 'normal', tapi dengan cara yang berbeda, dilansir beritabaik.id. Dilihat dari makna dan contoh yang telah diberikan, maka orang awam pun akan berpikir bahwa orang difabel mampu beraktivitas dengan cara mereka sendiri walaupun mereka memiliki keterbatasan.

Media massa yang mengambil isu tentang difabel sama saja telah memberikan peluang dan kesempatan yang sama serta ikut terlibat dalam pembuatan berita atau informasi menyangkut difabel. Namun, media massa saat ini baru mengangkat isu difabel dalam perspektif yang cenderung menggambarkan difabel ialah suatu keterbatasan bukan suatu hal yang berbeda dari kebanyakan orang. 

Difabel jika dilihat kasat mata memang memiliki kekurangan fisik atau mental, namun hal ini tidak manjadi alasan bagi penyandang difabel untuk tidak berkarya. Media massa perlu mendukung dalam segi mengangkat isu mengenai karya yang dihasilkan oleh difabel dan juga harus mengakomodasi kehebatan difabel dalam menjalankan suatu aktivitas dengan mandiri serta keceriaan mereka. 

Bila hal ini diangkat oleh media massa di seluruh Indonesia serta telah mencapai porsi yang proporsional, maka pandangan dan stigma masyarakat terhadap difabel pelan-pelan akan berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun