Mohon tunggu...
Apriliansyah
Apriliansyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Jurnalis dan pecinta fotografi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengintip Kemeriahan Festival Cap Go Meh 2020 di Belitung

9 Februari 2020   21:58 Diperbarui: 9 Februari 2020   22:08 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Belitung, Sahani Saleh membuka Festival Cap Go Meh 2020 (dokumen pribadi)

Hari ke lima belas setelah perayaan Tahun Baru Imlek, warga keturunan Tionghoa biasanya mengenal dengan sebutan Cap Go Meh. Cap Go Meh, merupakan istilah dari dialek Hokkian yang memiliki arti perayaan 15 hari atau malam setelah tahun baru. Jika diartikan per kata, "Cap" berarti sepuluh, "Go" berarti lima dan "Meh" artinya malam.  

Sebelumnya, perayaan Cap Go Meh adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewa Thai Yi, yakni dewa tertinggi di langit pada zaman dinasti Han (206 SM - 221 M).

Salah seorang tokoh masyarakat Tionghoa Belitung, Ayie Gardiansyah mengatakan Cap Go Meh memang selalu dirayakan dengan rasa penuh suka cita dan kemeriahan

"Memang dari dulu dan setiap tahunnya selalu dikemas dengan kebersamaan dan meriah seperti adanya lampion, kue dan barongsai," katanya.

Menurut dia, ketika berakhirnya zamannya Dinasti Han (206 SM - 221 SM) Cap Go Meh mulai dikenal oleh masyarakat luas. Sebelumnya, Cap Go Meh hanya dirayakan di kalangan istana saja, bahkan terkesan sangat tertutup.

Namun seiring berjalannya waktu, pada masa Dinasti Tang (618-907 M) perayaan Cap Go Meh justru menjadi semacam pesta rakyat dan dikenal dengan nama Festival Shangyuan.

Dalam festival tersebut masyarakat akan turun ke jalan beramai-ramai bagaikan pesta bahkan rumah penduduk kala itu dipenuhi dengan aneka lampion warna-warni.

"Cap Go Meh juga merupakan tanda datangnya musim tanam dan para petani sudah mulai suka ria karena mereka akan kembali bekerja," katanya pula.

Ia menambahkan, perayaan Cap Go Meh telah mengakar menjadi kebudayaan lokal melalui proses akulturasi dalam waktu yang cukup lama secara turun temurun.

"Kalau soal itu memang Belitung sudah bagus dan terjalin sejak dulu. Sebenarnya budaya ini dibawa laksamana Cheng Ho kemudian berlanjut sampai sekarang. Jadi sejak dulu masyarakat Belitung memang sudah toleran," ujarnya.

20200124-141829-5e401bdfd541df3ccd14ced4.jpg
20200124-141829-5e401bdfd541df3ccd14ced4.jpg
Tokoh Masyarakat Tionghoa Belitung, Ayie Gardiansyah (dokumen pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun