Mohon tunggu...
Prof Dr Apridar SE M Si
Prof Dr Apridar SE M Si Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Syiah Kuala

Guru besar ilmu ekonomi studi pembangunan Rektor Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (apridar@unsyiah.ac.id)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

ISBI Pengawal Budaya Aceh

18 April 2022   08:00 Diperbarui: 18 April 2022   08:05 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PERADABAN Aceh setelah adanya penggabungan dua kerajaan yaitu Lamuri dan Aceh melalui ikatan pernikahan antara Raja Lamuri dengan Putri Raja Aceh, mengalami puncak kesuksesan dimasa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang telah mampu memperluas kekuasaan mulai dari sumatera hingga ke semenanjung Malaya yaitu Johor, Perak, Kedah, Patani. Dimana kebudayaan Islam mampu diterapkann dalam kehidupann masyarakat, sehingga mendapat julukan “Seuramoe Mekkah” atau Serambi Mekah.

Potensi sumber daya alam yang melimpah, menjadikan banyak bangsa seperti Inggris, Portugis hingga Belanda sangat berkeinginan untuk bekerja sama. Namun Sultan Iskandar Muda selalu menolak dengan tegas terhadap siasat asing tersebut untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Aceh. Karena tidak berhasil, mereka beralih ke Pulau Jawa dan Maluku. Namun pada 26 Maret 1873 Belanda memerangi Kesultanan Aceh.

Perang Sabi yang  berlangsung selama 30 tahun membuat kesultanan Aceh berakhir dibawah pimpinan Sultan Daud Syah yang harus mengakui kedaulatan Belanda di Aceh, sehingga Wilayah Aceh secara administrative masuk ke Hindia Timur Belanda yaitu “Nederlandsch Oost Indie”yang kemudian menjadi Hindia Belanda sebagai nenek monyang Indonesia.

Berbagai peninggalan dari Kerajaan Aceh yang masih bertahan seperti sekarang ini yaitu Masjid Baiturrahman, Taman Sari Gunongan, Benteng Indra Patra, Meriam Kesultanan Aceh, Uang Emas Kerajaan Aceh, Karya Sastra Hikayat Aceh hingga Makam Sultan Iskandar Muda. Namun masih banyak yang lainnya dibawa kenegara  penjajah serta ada juga yang dimusnahkan untuk menghilangkan jejak peradaban Islam di Aceh.

Peninggalan sejarah sebagai buktinya terhadap kejayaan yang pernah ditoreh oleh pendahulu di Aceh, sangat penting untuk dijaga serta dilestarikan agar anak cucu paham serta dapat dijadikan sebagai tonggak untuk meneruskan perjuangan mulia tersebut. Penyelamatan situs serta budaya peradaban tersebut, hendaknya dikawal oleh Lembaga Pendidikan yang paham terhadap sejarah budaya bangsa.

Tidaklah berlebihan pemerintah memandang perlunya pendidikan seni budaya, maka kepada Institut Seni Indonesia (ISI)   ditugaskan untuk mendirikan empat Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) baru. ISI Padang Panjang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan ISBI Aceh, ISI Yogyakarta melaksankan pendirian ISBI Kalimantan, ISI Surakarta Mendirikan ISBI Sulawesi serta ISBI Bali mendirikan ISBI Papua.  Dengan adanya pendirian ISBI baru, diharapkan kebutuhan tenaga berkeahlian seni budaya di Indonesia dapat terpenuhi.

Dr Yusri Yusuf M Pd selaku Wakil Rektor Bidang Akademik menyatakan; untuk melestarikan budaya serta menyelamatkan berbagai situs penting sebagai fakta sejarah terhadap pembangunan peradaban yang telah mampu diukir para pendahulu bangsa, sangat diperlukan  dilakukan. ISBI yang merupakan Pendidikan yang memiliki keahlian dibidang tersebut, perlu mengambil bagian kongkrit dalam rangka pelestarian serta tindak lanjut terhadap pembangunan peradaban anak bangsa. Tanggung jawab mulia tersebut diharapkan mampu untuk melanjutkan pembangunan peradaban bangsa agar berbagai kekeliruan yang pernah dilakonkan dapat diperbaiki untuk pembangunan masa depan bagsa yang lebih baik.

Catatan sejarah Aceh yang begitu luar biasa sangat penting untuk direkonstruksi Kembali, agar prestasi yang pernah di ukir bangsa dapat diraih kembali dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan di Aceh khususnya.  Praktek adu domba yang sering diterapkan penjajah di Aceh sangat penting dikaji, agar masyarakat tidak terulang dalam kesalahan yang sama. Kehancuran yang pernah terjadi perlu dijadikan pembelajaran untuk menata kembali pembangunan peradaban kedepan yang lebih baik.

Strategisnya ilmu yang dipelajari ISBI Aceh, harus dijadikan sebagai model yang akan membentengi budaya Islam yang begitu indah untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat Aceh. Sehingga tidaklah berlebihan apabila ISBI Aceh sebagai garda terdepan dalam mengawal Budaya Islam untuk pembangunan peradaban yang lebih baik kedepan. Aceh harus menjadi barometer terhadap pembangunan peradaban bangsa yang lebih maju. Jangan sampai sejarah kelam akibat perpecahan terulang Kembali ditanah rencong.

ISBI Aceh harus menjadi icon pembangunan bangsa. Untuk itu Lembaga Pendidikan yang sangat srategis tersebut perlu ditata dengan baik, agar generasi muda Aceh bangga melanjutkan Pendidikan di sekolah seni dan berbudaya tersebut. Para pengelola harus mampu menempatkan berlian pada etalase yang baik, agar semua pihak memilki keyakinan bahwa barang berharga yang dijajaki bukan kawe-kawean.

Seni dan budaya merupakan bahagian yang selalu diincar oleh mereka yang mengerti terhadap keindahan dalam berbagsa dan bernegara. Sehingga tidak berlebihan apabila ISBI Aceh bagaikan  berlian yang akan selalu bersinar apabila lumpur yang melapisinya dapat dibersihkan, apa lagi mampu ditempatkan pada etalase dalam kemasan yang penuh dengan kilauan. Pendidikan yang memiliki cita rasa serta nilai keindahan, harus dikemas dengan baik dan bersahaja agar dapat dihargai dengan tinggi sesuai dengan porsinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun