Ada yang menggelitik ketika ada yang mengirim kado buat seorang teman. Teman tersebut ulang tahun. Memang tradisi persahabatan kami tidak pernah merayakan, selain makan dan doa bersama, mensyukuri umur yang jatahnya semakin berkurang di dunia.
Tahun inipun seperti biasanya, hanya sahabatku  yang satu, lima hari sebelum salah satu teman ulang tahun ingin memberikan kado yang ia pesan di Bandung. Rencananya ingin buat surprise untuk temannya itu, aku dukung gagasannya, ia berpesan supaya aku tutup mulut, intinya rencana rahasia.
Karena kampusnya masih libur ia hanya dua hari di yogyakarta dan kembali lagi ke Jakarta  dengan naik travel, ia bilang kadonya akan di Paketkan.
Satu hari sebelum temanku  ulang tahun, temanku yang lain  pergi  ke Mall dekat kosan, ia menghubungiku bahwa paket sudah datang, di rumah tidak ada orang, ia berinisiatif  menitipkan paketnya ke tetangga  yang rumahnya bersebelahan, aku agak tenang berarti dititipkan ke tetangga yang sama-sama rumah kos, karena saat itu aku juga masih di kampus.
Siang hari ia menghubungiku lagi, Â memberi tahu nama yang menerima paket, wuih nama yang asing dan aku baru mendengar, ia bilang dititip di rumah no 17 padahal kosan sebelahku rumahnya no 9, ia bilang dikira rumah tetangganya itu nya no 17, Â haduh alamat gagal beri surprise buat temanku.
Ia berusaha tenang, padahal aku tahu temanku yang satu  merasa bersalah, tapi aku tidak menyalahkan karena ia sudah berusaha.
Kembali lagi ke kado, temanku minta aku untuk mengambilnya di tetangga sebelah yang kebetulan dia sedang pada pulang. Â Aku tulis pesan di secarik kertas, memberitahu tentang paket dan nomor rumahku. Berharap yang menerima paket mengantarkan ke rumah.
Ketika aku beritahu ke temanku,  bahwa yang menerima paket sedang pulang  dan tidak tahu datangnya kapan ia terdiam merasa bersalah, merasa gagal memberi suprise untuk sahabatnya.
ADSN,Â